Surabaya, Gatra.com – Tim mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil merancang dan mengembangkan sebuah perangkat yang dapat menjadi solusi dari masalah tidur obstructive sleep apnea (OSA), atau penyakit gangguan tidur. Penyakit ini menyebabkan pernapasan seseorang terhenti sementara selama beberapa kali saat sedang tidur. Penyakit tersebut mengharuskan adanya deteksi gejala secara jangka panjang dengan alat yang sangat kompleks. Hal itulah yang menjadi fondasi Slumber Squad I-Sleep, kasur cerdas untuk monitoring sleep apnea secara non-kontak.
Anggota tim Slumber Squad, Rima Amalia mengungkapkan bahwa I-Sleep lahir dari keprihatinannya terhadap penanganan OSA yang selama ini cukup berisiko bagi pasien. Risiko tersebut lahir dari penggunaan puluhan kabel yang menjuntai hingga timbulnya reaksi gatal dan iritasi akibat pemakaian jangka panjang.
“Dengan itu, I-Sleep hadir sebagai alat yang lebih praktis dan nyaman,” terang Rima, Selasa (3/10).
Rima yang menggandeng Firdausa Sonna Anggara Resta dan Mu'afa Ali Syakir dalam tim ini menuturkan bahwa inovasi yang mereka buat memiliki penggunaan dan sistem kerja yang sederhana. Nantinya, pasien hanya tinggal tidur di atas I-Sleep dan membiarkan komponen serta fitur bekerja untuk mendeteksi. “Tanpa perlu terlilit puluhan kabel,” ujar perempuan itu.
Baca Juga: Saklar ini yang Bikin Penderita Sakit Jantung Susah Tidur yang Mengerikan
I-Sleep juga dapat mendeteksi OSA secara non-kontak dengan memanfaatkan kain konduktif yang telah terintegrasi dengan machine learning. Pada kain tersebut, terdapat elektroda positif dan negatif yang terpasang secara horizontal di permukaan kasur.
“Kedua elektroda ini berperan menangkap sinyal dari tubuh pasien,” jelas mahasiswa angkatan 2020 itu.
Ketika pasien tidur, lanjut Rima, aktivitas jantung akan direkam oleh elektroda yang terpasang pada kasur cerdas. Apabila terdapat kondisi yang tidak normal ataupun keganjalan pada tubuh pasien, sinyal akan segera ditangkap dan diantarkan kepada machine learning untuk dideteksi. “Namun, sinyal juga perlu diolah terlebih dahulu melalui analisis mendalam,” tambahnya.
Mahasiswa Departemen Teknik Biomedik ini menyebutkan, pengolahan sinyal jantung yang ditangkap akan dianalisis dengan tiga parameter, yakni time domain, frequency domain, dan non-linear. Ketiga parameter tersebut berperan untuk mengukur interval waktu denyut jantung, tinggi atau rendahnya frekuensi yang ditangkap, dan menentukan pola ketidakteraturan detak jantung yang terdeteksi.
Setelah sinyal jantung dianalisis, barulah machine learning berperan pada proses terakhir. Proses yang memanfaatkan fitur k-Nearest Neighbor ini bertujuan untuk menentukan kondisi gejala yang diterima dari sinyal tersebut dalam mengindikasikan penyakit gangguan tidur.
“Jika iya, machine learning akan segera bertindak untuk membangunkan kembali kesadaran pasien,” jelas Rima.
Baca Juga: Insomnia Dapat Tingkatkan Penyakit Jantung dan Stroke
Dengan akurasi deteksi sebesar 92 persen, tim inovasi bimbingan Nada Fitrieyatul Hikmah ST MT ini berhasil meraih juara dua dalam ajang Gemastik XVI tahun 2023 kategori Piranti Cerdas, Sistem Benam, dan Internet of Things (IoT). Bukan tanpa alasan, selain akurasi yang tinggi, alat ini juga dinilai aman untuk penggunaan jangka panjang dan memiliki biaya produksi yang tergolong murah.
Ke depannya, Rima berharap agar I-Sleep dapat segera diproduksi secara massal dan berguna bagi pasien, pun berbagai rumah sakit di Indonesia. Alat ini memiliki potensi yang tinggi dalam memberi kebermanfaatan di dunia kesehatan jika dikembangkan secara berkelanjutan.
“Tak hanya OSA, I-Sleep nantinya bisa digunakan untuk mendeteksi berbagai penyakit lain,” katanya.