Jakarta, Gatra.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau menyatakan, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia kembali memberikan pernyataan keliru terkait rencana penggusuran Rempang.
Bertolak belakang dengan pernyataan Bahlil, WALHI Riau menegaskan, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) mengenai rencana pembangunan proyek Rempang Eco-City belum ada dan justru baru mulai disusun. Hal ini dibuktikan dengan adanya surat undangan yang diterbitkan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk kegiatan Penyusunan AMDAL Kawasan Rempang Eco-City pada 27 September 2023.
“Penyusunan AMDAL harusnya melalui proses komunikasi dan konsultasi kepada masyarakat terdampak untuk mendengarkan pendapat dan tanggapan terkait rencana proyek," ucap Direktur Eksekutif WALHI Riau, Even Sembiring dalam keterangannya pada Jumat (29/9).
Even menyatakan, sampai saat ini masyarakat Rempang belum pernah melihat dokumen AMDAL untuk proyek yang akan bertempat di kampung mereka. Pihak BP Batam pun dikatakan terus mendesak para warga untuk mendaftarkan diri agar mau direlokasi.
Padahal, rencana relokasi ini sudah ditolak masyarakat meskipun pemerintah menggeser lokasi pemindahan ke Tanjung Banun yang dikatakan hanya berjarak 3 meter dari lokasi tempat tinggal masyarakat saat ini.
“Tidak peduli dengan 16 kampung tua, Bahlil hanya khawatir dengan investasi Tiongkok di Rempang. Jangan pernah memposisikan, sejarah dan peradaban lahirnya Indonesia lebih berharga dibanding investasi, ” ucap Even.
WALHI Riau menegaskan, upaya dialog Bahlil dengan masyarakat Rempang belum merepresentasikan pandangan seluruh masyarakat. Hal yang perlu disorot adalah tokoh yang dihadirkan Bahlil dalam dialognya bukan tokoh masyarakat yang berasal dari lima kampung yang akan digusur pada tahap awal pembangunan Rempang Eco City.
Selain itu, tokoh yang diklaim Bahlil malah menyatakan hal berbeda kepada masyarakat yang berada di beberapa Posko Bantuan Hukum dan Posko Kemanusiaan. Tutur masyarakat menyatakan tokoh tersebut hanya mengkomunikasikan dan menyerahkan keputusan kepada masyarakat. Berbeda dengan yang disampaikan Bahlil.
“Dialog tidak pernah dilakukan, bahkan di rekaman yang beredar mengabaikan suara perempuan kampung yang protes padanya," jelas Even lagi