Jakarta, Gatra.com - Kualitas air minum amat berpengaruh terhadap masalah kesehatan. Spesialis Gizi Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Diana Sunardi, menyebut masalah kesehatan seperti diare hingga stunting bisa menjadi imbas dari mengkonsumsi air minum dengan kualitas buruk.
Jika menilik dari hasil Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga (SKAMRT) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tahun 202 silam, diketahui 7 dari 10 rumah tangga Indonesia mengkonsumsi air minum dari infrastruktur yang terkontaminasi oleh bakteri E. coli, dan baru 11.9% rumah tangga yang memiliki akses terhadap air yang aman untuk dikonsumsi. Komposisi bakteri jahat, sambung Diana, akan membawa dampak makin buruk ketika anak-anak mengkonsumsi air minum dari sumber yang tidak aman.
“Walaupun air minum sudah direbus hingga mendidih, jika cara penanganan dan penyimpanan air tidak higienis maka kontaminasi E. coli dapat kembali terjadi,” ujar Diana dalam keterangan tertulis, Rabu (27/9).
Dari sini, peran sumber air menjadi semakin penting karena air yang berasal dari sumber-sumber yang kurang baik memerlukan pemrosesan yang lebih kompleks. hal ini pula yang ditegaskan oleh Guru besar hidrogeologi Universitas Gadjah Mada, Heru Hendrayana. Ia menggaris bawahi air yang sehat dan aman untuk dikonsumsi sangat bergantung dari sumbernya.
“Air yang diambil dari tanah dangkal besar peluangnya untuk tercemar aktivitas manusia. Sementara air dari akuifer dalam sifatnya murni dan memiliki kandungan mineral alami sehingga aman dan menyehatkan untuk dikonsumsi,” tutur dia.
Sementara itu, Vice President Marketing Danone Indonesia, Sri Widowati, memastikan bahwa AQUA mendukung pemilihan sumber air berkualitas. Pihaknya menyebut pemilihan air yang dilakukan telah didukung oleh pakar dari lintas-keilmuan, yaitu geologi, hidrogeologi, dan geofisika, serta didukung oleh laboratorium di Perancis dan Jerman, dipilih secara ketat.
“Sumber mata air ini dipilih darii 19 pegunungan terpilih yang telah melewati 9 kriteria, 5 tahapan, serta minimal 1 tahun penelitian,” beber dia.