Jakarta, Gatra.com - Nasional Corruption Watch (NCW) menilai Pemerintah harus menahan diri terkait realisasi proyek Rempang Eco-City. NCW meminta Pemerintah tidak memaksakan proyek itu berjalan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Ketua Umum Nasional Corruption Watch, Hanifa Sutrisna menilai proyek Rempang Eco-City perlu ditunda kegiatan relokasi dan penggusuran tanah rakyat di Pulau Rempang, setidaknya hingga rampungnya Pemilihan Umum pada Februari 2024 mendatang. Ia menilai proyek tersebut berpotensi memantik konflik sosial yang serius bagi stabilitas keamanan dalam negeri.
“Pak Jokowi masih ada waktu hingga Oktober 2024 untuk merealisasikan PSN di Pulau Rempang itu kok, kenapa harus dipaksakan sebelum Pemilu? Rakyat rindu sosok Jokowi yang peduli dengan jeritan rakyat kelas bawah," ujarnya dalam konferensi pers di Sekretariat DPP NCW, Jakarta pada Rabu (27/9).
“Tidak perlu dipaksakan sehingga rakyat jadi bergejolak, jadi lebih besar lagi, lebih ekstrem lagi bisa memicu perlawanan rakyat dan bisa ditiru oleh daerah lain. Dan hal ini bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak asing yang ingin tidak kondusifnya situasi menjelang pemilu 2024,” tambahnya.
Di samping itu, Hanif menyoroti berbagai potensi korupsi yang dapat terjadi dari Proyek Rempang Eco-City mulai dari jalannya kesepakatan investasi tersebut hingga pembebasan lahan milik warga.
“Pengaduan masyarakat mengatakan bahwa tidak semua dari lahan-lahan yang diganti itu benar-benar diganti dengan layak,” ungkapnya.
Kemudian, NCW juga mendapati bahwa ada oknum-oknum yang mendatangi masyarakat, membujuk untuk menerima relokasi dan menawarkan lokasi rumah yang strategis namun meminta sejumlah biaya untuk mendapatkan rumah lebih cepat, lebih bagus lokasinya dan lain-lain. “Ada oknum yang bermain di situ,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hanifa turut menyinggung kesan proyek Rempang Eco-City yang begitu dipaksakan sebelum Pilpres.
"Rempang Eco City ini kesannya dipaksakan harus rampung penempatan investasinya sebelum Pilpres 2024. Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi yang berasal dari aktivis jalanan seharusnya lebih peka dan sensitif terhadap jeritan rakyat kecil, bukannya lebih memihak kepada pengusaha, apalagi membela kepentingan pengusaha asing" ujar Hanif lebih lanjut.
Hanif menuturkan, relokasi masyarakat Rempang yang dipaksakan menimbulkan dugaan bahwa hal tersebut harus dilakukan agar pencairan anggaran dari investor dapat direalisasikan.
"Dugaan kami ini kenapa Rempang Eco-City dipaksakan biar ada uang masuk sebelum Pilpres jumlahnya sekitar 30 persen atau sekitar 50 triliun" tutur Sutrisna.
Jika proyek Rempang Eco-City ini terus dipaksakan rampung sebelum Pilpres, jelas Hanif, akan muncul pandangan di masyarakat bahwa proyek itu dipakai untuk pembiayaan menghadapi gelaran Pemilu 2024 mendatang.
“Jangan sampai kami, rakyat melihat bahwa pemaksaan dilaksanakannya Rempang Eco-City ini adalah kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak tertentu untuk Pilpres,” tegasnya.