Jakarta, Gatra.com – Ganjar Pranowo angkat bicara soal TikTok Shop dan artis berjualan. Ia menyampaikan, memang benar pemerintah harus melindungi pedagang di pasar tradisional yang terancam tutup karena perdagangan online.
Namun demikian, lanjut Gajar dilansir dari Podcast Merry Riana pada Minggu (24/9), tidak bisa begitu saja mematikan TikTok Live Shop dan melarang artis atau selebritas untuk berjualan.
Ia berpandangan, negara tidak bisa melarang seseorang untuk berusaha kalau tidak melanggar hukum. Meski demikian, negara bisa membuat regulasi untuk mengaturnya agar tidak mengganggu atau mematikan usaha pihak lain.
Mantan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) tersebut kemudian bertanya, kalau artis atau selebritas berjualan sembako boleh atau tidak? Menurutnya, itu boleh karena hak dia untuk berusaha atau berjualan.
“Negeri ini tidak bisa melarang, yang bisa dilakukan adalah mengatur,” ujar dia.
Menurutnya, ada tiga langkah yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, melakukan pendekatan filosofis, yakni melindungi pedagang kecil. Selanjutnya atau kedua, pendekatan sosiologis, yakni mencermati akar permasalahan dan mencari solusi untuk membereskannya.
“Ini disrupsi sedang terjadi dan ini soal sosiologis. Maka segera upskilling cepet, pemerintah harus turun tangan mengundang mereka ayo duduk bareng,” katanya.
Pemerintah dan pihak terkait harus duduk bersama dan membahasnya secara terbuka. Pemerintah harus mendengar masukan atau aspirasi dari semua pihak untuk mendapatkan masukan.
Pemerintah kemudian melakukan edukasi kepada para pelaku UMKM agar bisa bersaing karena kalau melarang artis untuk berjualan itu tidak adali bahkan terbilang “sadis”.
“Tidak semua artis itu kaya. Kita lagi belain mereka soal IP, soal royalti, soal karya mereka kalau karya dibajak kasihan,” ujarnya.
Adapun langkah ketiga, kata Ganjar, yakni dari hasil pendekatan filosofi dan sosiologi, kemudian membuat regulasi yang berdasarkan aspirasi dari semua pihak. Dengan demikian, aturan dapat memayungi semua pihak.
“Representasinya itu akan betul-betul mewakili sampai membuat regulasi. Jadi, filosofi, sosiologis baru regulasi,” katanya.