Jakarta, Gatra.com - Anak perempuan Menteri Perdagangan (Mendag) sekaligus Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Putri Zulkifli Hasan, dinilai lepas tangan terhadap persoalan gugatan utang-piutang yang berujung sengketa lahan dan bangunan, yang dilayangkan Aziz Anugerah Yudha Prawira.
Hal ini diungkapkan kuasa hukum Aziz selaku penggugat I, Yayan Riyanto usai sidang perkara perbuatan melawan hukum (PMH) itu, dengan agenda mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
"Jadi ini mediasi kedua, dan ternyata Putri Zulkifli Hasan hadir diwakili kuasa hukumnya dan tergugat I, Lie Andry tidak hadir. Tadi kuasa hukumnya (Putri) mengatakan dia beli dari tergugat I, Lie Andry, maka dia tadi tergantung dengan tergugat I, sedangkan tadi Lie Andry nggak hadir. Jadi mediasi belum bisa dilanjutkan," ujar Yayan kepada wartawan dalam keterangannya, Jumat (22/9/2023).
Diketahui, para pihak dalam perkara ini antara lain Aziz Anugerah Yudha Prawira selaku penggugat I, Binar Imammi penggugat II, Galuh Safarina Sari Kalmadara penggugat III. Mereka menggugat Lie Andry Setyadarma sebagai tergugat I, Gianda Pranata tergugat II, Putri Zulkifli Hasan tergugat III, dan H Syafran selalu tergugat IV, serta Kepala Kantor ATR/Badan Pertanahan Nasional Jakarta Timur sebagai turut tergugat.
Adapun Putri terkesan lepas tangan, lanjut Yayan, lantaran perempuan itu merasa hanya membeli tanah dan bangunan yang dipermasalahkan, dari tergugat I. Padahal, kata Yayan, seharusnya Putri sudah tahu jika rumah yang ia beli bermasalah. Sebab, sengketa utang-piutang yang terjadi antara Aziz dengan Lie Andry, sudah dilaporkan ke Bareskrim Polri sebelum rumah yang menjadi jaminan utang itu, dijual ke Putri.
"Dia karena merasa beli dari tergugat I, soal ada perkara di Bareskrim, ada gugatan, dia menyerahkan perkara ke tergugat I," kata Yayan.
"Jadi dia minta tanggung jawab dari tergugat I, sedangkan tergugat I lah yang menjual ke Putri Zulkifli Hasan," imbuhnya.
Yayan menjelaskan, kendati Putri hanya sebatas membeli rumah, anak sulung Zulkifli Hasan itu tetap bisa diperkarakan. "Karena ini perkara perdata, ya barang itu siapa yang menguasai ya itu yang kita gugat, termasuk orang-orang (pihak-pihak lainnya), dapatnya darimana," kata Yayan.
Yayan berharap di mediasi selanjutnya pada 5 Oktober 2023, seluruh pihak termasuk Lie Andry serta Putri, bisa hadir guna menyelesaikan perkara.
"Jadi nanti kalau tanggal 5 Oktober ini nggak hadir, langsung ke sidang pokok perkara. Jadi harapannya kalau mediasi ini bisa selesai kan nggak panjang perkaranya, cuma ini nggak bisa bertemu kedua belah pihak tergugat I, II dan III, para penggugat ya masih ditunggu tanggal 5 Oktober," jelasnya.
Sebelumnya, perkara bernomor: 295/Pdt. G/2023/PN JKT.TIM ini, bermula ketika Aziz Anugerah Yudha Prawira membutuhkan pinjaman uang, dan oleh temannya, diperkenalkan ke Gianda Pranata, yang bisa mencairkan pinjaman dengan jaminan sertifikat rumah. Aziz dijanjikan akan mendapat pinjaman uang Rp5,5 miliar, dengan jaminan sertifikat hak milik Binar Imammi, dengan dikurangi atau dipotong untuk bunga dan lain lain, hingga total Rp1,7 miliar.
Sebagai jaminan utang, Yudha menyerahkan sertifikat hak milik rumah di Jalan Nusa Indah Raya Blok H kavling No. 2,3,4 Kelurahan Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur, atas nama Binar Imammi, dan diserahkan ke H Syafran (tergugat IV). Pada 28 September 2020, terjadi pertemuan antara para penggugat, tergugat I, tergugat II, dan disepakati perjanjian pinjaman uang dan dibuatkan akta-akta oleh tergugat IV di kantor notaris tergugat IV, yang ternyata isinya adalah Akta Pengikatan Jual Beli No.08/2020, Akta Kuasa Untuk Menjual No.09/2020, Akta Perjanjian Pengosongan No.10/2020.
Pada awalnya, para penggugat sempat protes dan bertanya kenapa dibuatkan Akta Pengikatan Jual Beli, bukan perjanjian pinjam uang. Namun dijawab oleh tergugat II bahwa prosedurnya seperti ini, dan ini hanya formalitas saja, dan karena dijawab hanya formalitas, kemudian para penggugat percaya dan kemudian penggugat II dan penggugat III menandatangani akta-akta yang dibuat tersebut.
Setelah tanda tangan, tergugat I mentransfer uang ke penggugat III sebesar Rp5,5 miliar rupiah, dan langsung dipotong Rp1,7 miliar. Seiring dengan berjalannya waktu, penggugat I hendak memperpanjang pinjaman, tapi tergugat I mengatakan, bahwa dia sudah membeli rumah obyek sengketa dan bukan pinjaman.
"Padahal komunikasi penggugat I dengan tergugat II dan tergugat I, tergugat IV menyatakan bahwa transaksi yang dilakukan adalah pinjaman. Bahkan ketika penggugat I hendak melunasi pinjaman juga dipersulit komunikasinya. Dan diketahui kemudian, Sertifikat Hak Milik atas obyek sengketa telah dibalik nama dari nama penggugat II menjadi nama tergugat I, tanpa adanya pemberitahuan atau peringatan kepada penggugat I atau penggugat II, di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur (Turut Tergugat)," ujar Yayan.
Karena tidak ada titik temu, antara para penggugat dengan tergugat I dan tergugat II, maka pada tanggal 10 November 2021, penggugat II membuat laporan polisi di Bareskrim Polri, dengan terlapor tergugat I dan kawan kawan. Bahwa, kata dia, kemudian obyek sengketa diketahui telah beralih kepemilikan dari tergugat I menjadi milik tergugat III, yang di ketahui juga bahwa obyek sengketa telah direnovasi, dan ketika ditanyakan ke turut tergugat diketahui apabila obyek sengketa telah menjadi milik tergugat III.
Menurut Yayan, perbuatan para tergugat merugikan kliennya, karena apabila obyek sengketa dijual akan menghasilkan uang senilai kurang lebih Rp30 miliar. Karena itu, selain melapor polisi, pihaknya juga mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.