Jakarta, Gatra.com – Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK (BSILHK), Ary Sudijanto, mengatakan, pemanfaatan bambu sebagai sumber daya alam terbarukan semakin meningkat seiring kemajuan teknologi dan menajamnya isu perubahan iklim.
“Hal ini didukung dengan munculnya kesadaran akan gaya hidup ramah lingkungan, pembangunan hijau (green development) serta ekonomi sirkular (circular economy),” kata Ary dalam keterangan pers, Selasa (19/8).
Bambu, lanjut Ary dalam talkshow bertema Bambu Solusi Berbasis Alam: “Penggerak Ekonomi Rakyat dengan Produk Ramah Lingkungan” pada Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, Energi Terbarukan (LIKE) gelaran KLHK di Jakarta, memiliki banyak manfaat secara sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan, serta berperan juga dalam pengendalian perubahan iklim.
“Seperti arahan Bapak Presiden, isu perubahan iklim juga harus menjadi bagian dari masyarakat secara luas,” katanya.
Menurutnya, upaya aksi mitigasi dan adaptasi yang dilakukan telah banyak dilakukan di tingkat tapak, sehingga ini merupakan peran dan kontribusi yang telah diberikan oleh masyarakat dengan dukungan para pihak.
“Seperti halnya Bambu, yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Indonesia,” ujar Ary saat membuka acara talkshow tersebut.
Terkait manfaat bambu yang semakin luas, maka aspek kelestarian sumber daya bambu di sektor hulu menjadi sangat penting. Oleh karena itulah, Ary menyampaikan komitmen BSILHK untuk menghasilkan standar-standar yang diperlukan dalam pengelolaan bambu dan pemanfaatannya.
“Tidak hanya penyusunan standar, namun juga memastikan ekosistem pengembangan usaha bambu dapat dijalankan. Kita ke depan harus bisa lebih berperan dalam mengembangkan kegiatan bambu,” katanya.
Ary mengungkapkan, pemanfaatan bambu terbagi dalam dua kelompok, yakni sebagai material produk komoditas dan dalam peran ekologisnya untuk jasa lingkungan. Meskipun tampak bertujuan yang berbeda, masing-masing pemanfaatan tersebut dapat memberikan nilai ekonomi dan nilai ekologi bagi masyarakat dan lingkungan.
Ia mengingatkan pentingnya kerja sama dalam mengatasi dampak perubahan iklim perlu dukungan dan sinergi dari banyak pihak, lintas sektor, dari tingkat tapak sampai pengambil kebijakan dalam upaya pengendalian perubahan iklim.
“Khususnya dalam pengembangan bambu, sehingga menjadi bagian dari tujuan dan target kita dalam penurunan emisi dan target kontribusi nasional dalam pengendalian perubahan iklim,” ujarnya.
Talkshow yang didukung Pusat Standardisasi Instrumen, Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi) dan Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) tersebut dipandu oleh pemerhati Perempuan dan Seni, Avianti Armand. Talkshow ini menghadirkan narasumber pelaku dan praktisi pengembangan bambu, mulai dari pembibitan, penganyam bambu, konstruksi bambu, hingga inovator produk bambu.
Wilhelmina Wahul, wakil ketua BPD dan ketua kelompok tani wanita Kelompok Cembes Nai, Desa Golo Loni. Ia merupakan tokoh gender yang aktif dalam usaha pembibitan bambu di Desa Golo Loni, dengan dukungan pelatihan dari YBLL. Selain Wilhelmina, ada juga Marselinus Mansyur, Pandu Bambu yang aktif dalam membangun sebuah desa wanatani bambu di Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sementara itu, dilandasi oleh meningkatnya kesadaran akan bangunan dan perumahan ramah lingkungan di Indonesia, Karim Munaf sebagai generasi baru atau penerus usaha turun temurun, Direktur dan insinyur ahli kayu pada Bambulogy (PT Indonesia Hijau Dwidaya), telah merancang interior dan bangunan gedung multi tingkat dari bambu, menggunakan komposit bambu yang ramah lingkungan, kokoh, dan tahan lama.
Tidak ketinggalan, turut hadir inovator Singgih Susilo Kartono sebagai kreator pembuat Radio Kayu Magno dan Spedagi Bamboo Bike dari Desa Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah, yang mendunia dengan penghargaan Japan Good Design Award G-Mark 2008, London Design Museum’s Brit Insurance Design Awards 2009. Ia juga pencetus gerakan revitalisasi desa melalui pasar rakyat Papringan yang menginspirasi ratusan desa di Indonesia.
Diselenggarakan selama tiga hari mulai tanggal 16–18 September 2023, Festival LIKE terbuka untuk masyarakat umum. Selain talkshow, festival juga dimeriahkan oleh pameran mengenai segala aspek lingkungan hidup dan kehutanan, coaching clinic, dan pertunjukan seni budaya tradisional dan modern.
Festival LIKE ini diharapkan dapat semakin meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat terhadap upaya dan aksi perubahan iklim dari sektor lingkungan hidup dan energi terbarukan.