Mataram, Gatra.com-Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu daerah penghasil beras terbesar di Indonesia. Karena itu Provinsi yang dikenal dengan sebutan Bumi Gora ini menjadi peyangga 9 provinsi untuk kebutuhan berasnya.
”Beras mahal bukan karena tidak ada. Stoknya ada, tapi NTB juga menyangga provinsi-provinsi lain yang membutuhkan beras,” kata Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti, Minggu (17/9).
Baiq Nelly menyebutkan ada beberapa faktor menyertai kenaikan harga beras saat ini. Yakni, kebijakan India sebagai pengekspor beras terbesar di dunia yang melarang ekspor beras. Selanjutnya dampak El Nino yang menjadikan beberapa wilayah mengalami kekeringan. Ini menyebabkan pasokan air berkurang dan berdampak pada produksi beras. Kenaikan saat ini bisa dijadikan pelajaran.
“Saat panen raya lalu, petani banyak menjual gabahnya ke luar daerah. Hal ini tidak bisa dilarang pemerintah, yang saat itu Peraturan Gubernur (pergub) baru saja ditetapkan dan belum dieksekusi,” kata Baiq Nelly.
Ia berharap kedepannya petani di NTB, sebaiknya tidak lagi menjual gabahnya ke luar daerah. Karena itu akan berefek domino. Mulai dari ketersediaan gabah yang menipis di Provinsi NTB, hingga berkurangnya bahan baku untuk kebutuhan pangan.
”Memang waktu panen raya itu harga gabah bagus dan semua petani mengeluarkan gabahnya untuk dijual. Pergub sudah ada saat itu, tapi belum dieksekusi gabah sudah habis,” jelasnya.
Pimpinan Wilayah Bulog NTB David Susanto mengungkapkan bahwa penyimpanan beras di bulog NTB saat ini ada sekitar 36 ribu ton. Jumlah ini cukup sampai panen berikutnya pada 2024 mendatang.
“Kenaikan harga beras, Bulog melakukan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pasar (SPHP) sejak Januari sampai Desember mendatang. Sudah ada sekitar 201 titik toko di pasar ataupun di luar pasar yang diberikan SPHP. Sebanyak 40 di antaranya adalah pasar yang ada di NTB. Diyakini ini bisa menekan laju harga beras,” ujar David..
Dikatakan David, kenaikan harga beras adalah kondisi yang alamiah. Ini disebabkan dengan adanya musim paceklik, panen raya, atau musim kemarau. Penjualan gabah ke luar daerah memang mengakibatkan berkurangnya stok di daerah.
"Meski di sisi lain itu membantu petani, karena mendapatkan harga jual yang lebih baik,"ujarnya
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Taufieq Hidayat menjelaskan, Dinas berupaya meningkatkan komoditi pertanian diikuti dengan harga yang baik agar petani sejahtera.
“Luas Tambah Tanam (LTT) pada Juli hingga September 2023 diupayakan mencapai 23 ribu hektare. Artinya ada upaya peningkatan LTT sekitar 200 persen di tahun ini. Yang diperkirakan panen mulai Oktober depan,”tandasnya.