Jakarta, Gatra.com - Konflik tanah di Pulau Rempang belakangan ini menjadi perbincangan hangat di publik. Ditambah dengan adanya temuan-temuan serta dugaan sikap pemerintah yang cenderung memihak kepada investor dan mengabaikan hak-hak masyarakat.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, relokasi dan pengusiran penduduk Rempang merupakan bentuk kolonialisme gaya baru.
"Lebih buruk dari VOC. Ini mengatasnamakan dagang, menginvasi, memaksa, dan menguasai ekonomi," ujar Anthony dalam diskusi yang bertema 'konflik tanah Pulau Rempang, antara hak rakyat, kepentingan swasta, dan dilema hak guna usaha', melalui live streaming youtube, Jumat (15/9/2023).
Menurutnya, konflik Pulau Rempang terjadi karena adanya keberpihakan pemerintah terhadap Proyek Rempang Eco City yang masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Hal ini membuat pemerintah bergegas mempersiapkan lahan untuk dikosongkan. "Dengan adanya status Proyek Strategis Nasional (PSN) pemerintah punya wewenang mengusir warga," ungkap Anthony.
Ia menambahkan investasi ini seharusnya berdasarkan keadilan yang tidak mengorbankan masyarakat setempat. Dirinya juga berharap kepada pemerintah agar proyek Pulau Rempang ini bisa dibatalkan.
"Jangan sampai rakyat kecil jadi korban dan ini yang harus diperhatikan. Semoga ini dihentikan dan menghimbau kepada pemerintah untuk melakukan investasi berdasarkan hak asasi manusia," tutup dia.
Reporter: Iswatun Hasanah