Jakarta, Gatra.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Polri tidak masuk ke persoalan atau masalah tanah karena itu merupakan perkara perdata seperti yang terjadi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau (Kepri).
“Kalau kaitannya dengan tanah seharusnya polisi ini enggak usah masuk, itu urusannya perdata, bisa dibicarakan secara administratif karena itu administrasi,” kata Saurlin Siagian, Komisioner Komnas HAM, dalam konferensi pers di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (15/9), menanggapi berbagai konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Rempang.
Saurin menyampaikan demikian, karena menurutnya tidak ada perkara kriminal terkait persoalan tanah di Pulau Rempang. Terkecuali kalau di sana terjadi tindakan kriminal, polisi bisa lakukan perannya.
“Enggak ada kriminal di situ, kalau orang kriminal nyuri anyam, oke polisi itu aktif, tapai kalau urusan tanah, polisi tidak perlu aktif, jadi enggak bersenjata. Jadi polisi perlu memperhatikan posisinya,” kata dia.
Komnas HAM juga mengimbau Polri agar mengedepankan restorative justice dalam penanganan buntut sengkarut tanah. Hal ini juga sebagaimana disampaikan para komisioner Komnas HAM terdahulu.
“Kami imbau sejak jauh-jauh hari, sejak komisioner-komisoner sebelumnya, pakai restorative justice,” ujarnya.
Ia kembali mengaskan bahwa persoalan tanah di Pulau Rempang yang di antaranya terdapat sekitar 16 kampung Melayu Tua yang hendak digusur untuk dibangun Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City merupakan perkara perdata.
Polri, lanjut dia, merupakan pihak yang paling di antaranya paling banyak diadukan ke Komnas HAM dari imbas konflik tanah. Pasalnya, mereka menjadi pihak yang paling depan meski masalah tanah itu perkara perdata.
“Perlu saya sampaikan juga bahwa Polri dia tidak terbuka juga sampai saat ini, kita bisa mengidentifikasi mengapa Polri yang menjadi pihak yang dilaporkan terus menerus,” ujarnya.
Polisi dilaporkan karena di konflik agraria itu berhadap-hadapan langsung dengan masyarakat. “Polisi itu di depan dan itu menjadi yang dipukuli juga, jadi korban juga, polisinya korban, masyarakatnya korban. Tapi di balik itu ada polisi yang keliru, kenapa harus menghadapkan sesama, di situ. Kalau kaitannya dengan tanah, seharusnya polisi ini enggak usah masuk, itu urusannya perdata,” ujarnya.