Jakarta, Gatra.com - Angka Pertisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi harus bisa dimaknai sebagai angkatan kerja yang siap dan produktif. Hal ini sekaligus merespon perkembangan dunia kerja di era saat ini.
Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Nizam mengatakan, era disrupsi yang sangat pesat menyebabkan banyak pekerjaan yang hilang. Imbasnya, jumlah lapangan pekerjaan yang hilang akan makin besar kedepan.
Nizam menyebut, sebanyak 23 juta lapangan pekerjaan akan hilang di Indonesia 23 juta dalam 10 tahun kedepan. Artinya, 2.3 juta lapangan pekerjaan akan hilang pertahun.
"Imbasnya, kita terus meluluskan mahasiswa perguruan tinggi. Sementara pekerjaan yang hilang tersebut belum tergantikan," ujar Nizam dalam sebuah diskusi di Universitas Yarsi, Jakarta, Kamis (14/9).
Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang sangat besar bagi perguruan tinggi. Di mana, perguruan-perguruan tinggi di Indonesia harus menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dengan kompetensi ditengah dinamika lapangan kerja yang makin tak bisa diprediksi.
“Kalau kita tidak hati-hati, maka kita hanya meluluskan sarjana-sarjana dengan kompetensi masa lalu yang tidak lagi dibutuhkan di masa depan,” jelas dia
Untuk itulah, kata dia, program-program yang ada di dalam program besar Kampus Merdeka dibentuk. Di mana, program itu lebih menekankan kepada kompetensi dan kemampuan pekerjaan lulusan perguruan tinggi.
Bukan hanya menekankan kepada selembar ijazah. Menurut dia, dengan begitu angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi saat ini harus dimaknai sebagai angkatan kerja yang siap produktif di dunia kerja.
“Angkatan kerja yang mempunyai kompetensi tinggi, unggul, berdaya saing tinggi, dan kompetitif. Bukan sekadar membawa selembar ijazah," kata Nizam menandaskan.