Jakarta, Gatra.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanggapi nota keberatan dari pihak terdakwa Rafael Alun Trisambodo terhadap kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan gratifikasi senilai Rp16,6 miliar. Jaksa menegaskan, proses pidana terhadap Rafael Alun sah untuk dilanjutkan dan tidak harus menunggu proses dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau proses hukum dari Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) terlebih dahulu.
Dalam nota keberatannya, diwakili oleh tim penasehat hukumnya, Rafael Alun menyatakan, seharusnya ia lebih dahulu diperiksa oleh APIP dan diadili melalui PTUN sebelum proses pidana di Pengadilan Negeri atau KPK bergulir. Rafael berdalih, hal ini karena kasus dugaan pencucian uang dan gratifikasi yang ditujukan padanya terjadi saat Rafael masih berprofesi sebagai aparatur sipil negara (ASN).
"Aparat penegak hukum bisa masuk melakukan penegakan melalui proses hukum pidana terhadap seseorang jika menemukan indikasi bahwa seseorang yang menduduki jabatan tertentu tersebut melakukan perbuatan koruptif yang dapat memberi keuntungan bagi pribadinya sendiri, orang lain atau korporasi," ucap jaksa menanggapi eksepsi Rafael Alun di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/9).
Jaksa mengatakan, dalam perkara kasus ini, perbuatan Rafael Alun yang ia lakukan ketika masih merupakan pegawai di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan adalah tindak pidana korupsi. Jaksa meyakini, upaya Rafael untuk menyembunyikan dan menyamarkan hasil tindak pidana tersebut sudah termasuk unsur tindak pidana korupsi, bukan lagi ranah pelanggaran administrasi.
"Sehingga dalih Penasihat Hukum tersebut sudah selayaknya ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima dan dikesampingkan," ucap Jaksa.
JPU pun menegaskan, dakwaan yang mereka buat bukan mengacu pada surat keputusan Tata Usaha dengan nomor register perkara 27/G/2023/PT.TUN.JKT. Surat ini merujuk pada proses gugatan yang tengah diproses di PTUN terkait kepegawaian Rafael Alun. Jaksa menegaskan, dasar dakwaan yang digunakan ada pada dugaan tindak korupsi yang dilakukan oleh ayah Mario Dandy ini.
Jaksa pun menyebutkan, gugatan di PTUN baru didaftarkan pada 4 September 2023. Sementara, proses penyidikan perkara ini sudah dilakukan sejak 27 Maret 2023.
"Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya," kata jaksa mengutip Pasal 25 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas tindakannya, Rafael didakwa melanggar Pasal 12 B Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Rafael juga didakwa melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.