Jakarta, Gatra.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI Sandiaga Uno mengaku prihatin dengan tindak kekerasan yang terjadi akibat bentrok antara aparat dengan masyarakat adat Pulau Rempang-Galang, Batam, Kepulauan Riau, buntut penolakan atas Proyek Strategis Nasional (PSN) Kawasan Rempang Eco-City.
Sandi mengatakan, pihaknya telah melakukan diskusi mengenai insiden bentrok tersebut. Ia menyebut, pemerintah daerah setempat sebelumnya telah melakukan sosialisasi mengenai pembangunan proyek itu. Oleh karenanya, ia memperingatkan aparat keamanan untuk senantiasa memperlakukan masyarakat dengan penuh rasa kasih sayang.
"Tentunya, saat melihat banyak video-video yang beredar, tentu kita prihatin. Kita saling mengingatkan kepada seluruh aparat pemerintahan untuk berlaku secara penuh rasa kasih sayang kepada masyarakat kita sendiri, karena ini untuk kebaikan Pulau Rempang," jelas Sandiaga Uno ketika ditemui awak media di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Minggu (10/9).
Menurut Sandi, pembangunan kawasan Rempang Eco-City dimaksudkan untuk menjadikan Pulau Rempang sebagai pusat ekonomi industri hijau. Dengan kata lain, kata Sandi, pembangunan itu sebenarnya merupakan langkah pemerintah untuk mendukung penciptaan lapangan kerja dan investasi bagi masyarakat setempat.
"Tetapi, hak-hak masyarakat juga sesuai hukum perlu dilindungi. Misal harus ada ganti rugi ya disesuaikan dulu, misal ada uang kerahiman, walaupun secara legalitas berhak, itu nanti disosialisasikan," kata Sandi.
Untuk diketahui, ribuan warga Pulau Rempang terancam harus mengalami penggusuran atas rencana pembangunan Rempang Eco-City itu. Kawasan itu telah ditetapkan untuk proyek strategis nasional yang telah ditetapkan pada akhir Agustus 2023.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Masyarakat setempat pun menolak pembangunan itu, hingga bentrok pun pecah pada Kamis (7/9), ketika tim terpadu yang terdiri Polri, TNI, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam berusaha menerobos masyarakat yang berjaga di Jembatan IV Barelang Pulau Rempang. Bentrok itulah yang kemudian membuat pihak kepolisian menembakkan gas air mata dan water canon untuk memecah massa.