Pati, Gatra.com - Hasil panen padi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, merosot tajam pada musim kemarau tahun ini. Petani sepertinya enggan mengambil risiko karena kekurangan air, sehingga memilih untuk menanam palawija atau malah tidak menggarap lahan. Selain terjadinya gagal panen.
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Pati, Nikentri Meiningrum mengatakan, pada musim tanam (MT) ketiga kali hanya 8.500 hektare sawah saja yang berhasil memproduksi gabah. Padahal tercatat ada 56.000 hektare sawah di kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani.
"Berarti hanya sedikit yang bisa panen pada MT tiga. Untuk angka hasil gabah masih kita kalkulasi. Namun pada MT pertama dan MT dua, rata-rata masih di angka 6 ton perhektare, ada juga yang sampai 10 ton perhektare saat itu," ujarnya, Minggu (10/9).
Baca Juga: Gagal Panen Melanda Petani Padi Batanghari
Kesulitan akses air, disebut adalah faktor utama turunnya produksi gabah. Terlebih area pertanian di Pati bagian selatan, yang memang masih mengandalkan hujan atau lahan tadah hujan.
"Sementara untuk Pati bagian utara masih aman. Namun tetap saja, produksi gabah menurun drastis karena hanya sedikit petani yang menanam padi," ungkap Nikentri.
Ditambahkan, akibat kondisi tersebut maka terjadilah lonjakan harga gabah dari tangan petani karena penurunan produksi. "Dengan kondisi ini petani bisa diuntungkan, harga di pasaran sekarang sudah cukup tinggi. Perbandingannya itu MT pertama dan MT kedua harga gabah kering Rp4.800. Kalau sekarang (MT tiga) diatasnya yakni Rp6.000 perkilogram," bebernya.