Jakarta, Gatra.com - Rektor President University (Presuniv), Chairy menegaskan bahwa perguruan tinggi perlu melakukan reformasi. Pasalnya, saat ini banyak materi perkuliahan yang sudah tidak sejalan dengan kebutuhan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).
Di sisi lain, lanjutnya, DUDI juga tengah mereformasi bisnisnya dari yang semula berbasis Industry 3.0 menuju Industry 4.0, dan bahkan Society 5.0. Kondisi tersebut menuntut perguruan tinggi untuk berani merombak sistem pendidikannya agar lebih sejalan dengan kebutuhan DUDI.
"Salah satu isu penting dalam reformasi sistem pendidikan adalah masalah pemimpin dan kepemimpinan. Pemimpin harus berani mereformasi dirinya sendiri terlebih dahulu, termasuk kepemimpinannya," katanya dalam keterangan yang diterima pada Rabu (6/9).
Menurutnya, hanya dengan cara seperti, suatu perguruan tinggi akan bisa melakukan reformasi guna menghasilkan lulusan yang berkualitas dan selaras dengan kebutuhan DUDI. Oleh karena itu, perguruan tinggi harus berani meninggalkan beragam pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lama.
"Sekarang ini sudah tidak dibutuhkan lagi. Apalagi sekarang ini semakin banyak saja jenis-jenis pekerjaan yang hilang, dan digantikan oleh mesin. Maka, untuk merespon perkembangan tersebut, universitas harus adaptif dan berani mendisrupsi dirinya sendiri," tegasnya.
Untuk menjawab tantangan ini, Presuniv menggelar kegiatan Pelatihan Kepemimpinan di Perguruan Tinggi pada akhir Agustus 2023 lalu. Pelatihan ini diikuti jajaran manajerial Presuniv serta perwakilan dari universitas lain, seperti Universitas Indonesia, Universitas Yarsi dan Universitas Krisnadwipayana dari Jakarta, dan International Women University dari Bandung.
Pelatihan Kepemimpinan di Perguruan Tinggi yang digelar di Kampus Presuniv, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi ini merupakan bagian dari program yang dikelola oleh konsorsium Indonesia Higher Education Leadership (iHiLead). Konsorsium yang berada di bawah supervisi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Kemendikbudristek ini terdiri dari tujuh universitas asal Indonesia, dan tiga universitas dari Uni Eropa.
Adapun tujuh universitas dari Indonesia tersebut adalah Presuniv, Universitas Padjajaran, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Islam Indonesia, Universitas Brawijaya, STIE Malangkucecwara, dan Universitas Negeri Semarang. Sedangkan, tiga universitas asing terdiri dari University of Gloucestershire dari United Kingdom, International School for Business and Social Studies (ISBSS) dari Slovenia, dan University of Granada dari Spanyol.
Pelatihan Kepemimpinan di Perguruan Tinggi bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia melalui reformasi pemimpin dan kepemimpinannya. Sasaran akhir pelatihan adalah agar kualitas lulusan universitas semakin mampu menjawab kebutuhan DUDI yang sangat dinamis.
Menurut Ketua Yayasan Pendidikan Presuniv, Budi Susilo Soepandji, saat ini masih banyak perguruan tinggi di Indonesia yang dikelola dengan cara-cara lama.
"Sistem pendidikannya masih memakai pola-pola yang merupakan peninggalan masa lalu. Belum adaptif terhadap kemajuan yang terjadi di dunia industri dan mengadopsi perkembangan teknologi," ucapnya.
Oleh karenanya, lanjut Budi, tak heran jika banyak pengetahuan dan keterampilan lulusan perguruan tinggi yang kurang sesuai dengan kebutuhan DUDI. Hal ini tercermin dari masih tingginya lulusan perguruan tinggi yang menganggur.
Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2022, jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 143,72 juta orang atau naik 3,57% dibanding tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 5,86%, atau turun 0,63% dibandingkan dengan Agustus 2021.
BPS juga merinci lebih jauh rasio TPT sesuai dengan tingkat pendidikannya. Rasio TPT terbesar adalah dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mencapai 9,42%, disusul oleh lulusan SMA (8,57%), SMP (5,95%), Diploma I sampai III (4,59%), universitas yang mencapai 4,8%, dan SD ke bawah (3,59%).
Jumlah lulusan perguruan tinggi yang menganggur per Agustus 2023 mencapai 673.485 orang. Setiap tahun rata-rata jumlah lulusan perguruan tinggi mencapai 1,8 juta orang. Ada sekitar 37% dari lulusan universitas yang menganggur.
"Kondisi semacam ini tentu tidak bisa dibiarkan, karena berpotensi mengancam tercapainya target Indonesia Emas pada 2045," tegasnya.