Mataram, Gatra.com - Tim Penyidik Reskrimum Polda NTB akhirnya menetapkan Kepala Cabang (Kacab) PT PSM berinisial RD salah satu pengerah perekrut Tenaga Kerja ke luar negeri sebagai tersangka dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Tidak hanya RD, penyidik juga menetapkan pelaku lainnya berinisial dalam kasus yang sama. Diketahui tiga orang pelaku ini menjanjikan para korbannya bekerja di Taiwan.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Teddy Ristiawan didampingi Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Arman A Syarifuddin dalam keterangan persnya kepada sejumlah wartawan di Mataram, Rabu (6/9) merinci, peran masing-masing pelaku. RD seorang perempuan yang juga sebagai Kaca dari perusahaan tersebut berperan melakukan proses penempatan calon pekerja migran Indonesia secara non prosedural ke Negara tujuan (Taiwan, red).
“Sementara itu, S dan J berperan sebagai pekerja lapangan (PL) atau perekrut di wilayah Mataram dan Lombok Utara,” tandas pria yang akrab dengan awak media ini.
Dikatkannya, kasus TPPO terungkap setelah puluhan korbannya mengeluh tidak kunjung diberangkatkan oleh perusahaan tersebut. Terungkapnya kasus ini bermula dari adanya pengaduan dari 53 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang merasa dirugikan oleh PT PSM karena lebih dari setahun tak kunjung diberangkatkan sesuai janji perusahaan.
Ternyata, lanjut Teddy, dari hasil penelusuran, kepolisian kemudian menemukan dugaan tindak pidana TPPO yang dilakukan oleh perusahaan, yakni tidak memiliki Surat Izin Perekrutan Pekerja migran Indonesia (SIP2MI) dan job order.
"Untuk diketahui perusahaan ini tidak didukung dengan administrasi berupa SIP2MI dan job order. Proses perekrutannya juga tidak sesuai dengan kompetensi sehingga proses pendaftaran CPMI ditolak sistem," Teddy menerangkan.
Kecuali itu, lanjut Teddy, pihak perusahaan juga menarik uang ke pada korban dengan nilai puluhan juta rupiah. Angka tersebut melebihi aturan yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia.
"Pelaku juga membebankan biaya masing-masing sejumlah Rp 10 juta sampai dengan 40 juta. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Kepala BP2MI Nomor 785 tahun 2022 tentang Biaya Penempatan Migran Indonesia yang ditempatkan oleh perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia kepada pemberi kerja berbadan hukum di Taiwan," jelas Teddy.
Hasil investigasi Satgas TPPO POlda NTB menemukan hasil mencengangkan. Dimana sejak Januari sampai dengan Mei 2022 ada 132 calon pekerja migran Indonesia bermasalah yang direkrut oleh PT PSM dengan total uang yang disetorkan calon pekerja sebesar Rp 1,9 miliar.
Tentu saja atas perbuatannya itu, Teddy sesuai UU mengancam para pelaku denganpasal 10 dan atau Pasal 11 Jo Pasal 4 yaitu melakukan percobaan atau merencanakan TPPO sebagaimana diatur dalam UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkaat 3 tahun dan paling lama 15 tahun penjara dan atau Pasal 83 Jo Pasal 68 Jo Pasal 5 atau Pasal 86 Jo Pasal 72 yaitu penempatan PMI secara Non prosedural sebagaimana diatur dalam UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 penjara.