Jakarta, Gatra.com - Rafael Alun Trisambodo (RAT) mengajukan nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Ia meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk membebaskan dirinya karena dakwaan dinilai gugur secara hukum karena beberapa alasan.
"Kami tim penasihat hukum saudara Rafael Alun Trisambodo memohon agar kiranya majelis hakim Yang Mulia, berkenan menjatuhkan putusan; menerima dan mengabulkan nota keberatan atas nama Saudara Rafael Alun Trisambodo," ucap penasehat hukum Rafael di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (06/9).
Dalam pokok nota keberatan yang dibacakan penasehat hukum, dakwaan dari jaksa dinilai tidak dapat diterima, karena dugaan tindak pidana yang dilakukan Rafael terjadi ketika ia masih menjabat sebagai pegawai negeri sipil. Penasehat hukum mengatakan, proses hukum seharusnya diselesaikan lebih dahulu pada tahap Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Baca Juga: Rafael Alun Trisambodo Didakwa Terima Gratifikasi Rp16 Miliar
"Pekerjaan terdakwa adalah Pegawai Negeri Sipil yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), sehingga apabila terdapat dugaan pelanggaran atas kewajiban atau tugas terdakwa, maka dugaan pelanggaran tersebut terlebih dahulu diperiksa Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta diuji dan dibuktikan dalam Pengadilan Tata Usaha Negara," ucap tim pengacara.
Adanya proses hukum yang tengah berlangsung pada PTUN dan pengadilan negara dikatakan tim pengacara, sebagai bentuk sengketa pra yudisial. Berdasarkan pasal 81 KUHP, PH Rafael menyatakan, proses hukum di pengadilan pidana harus dihentikan untuk sementara sampai proses di PTUN selesai.
"Dapat disimpulkan bahwa surat dakwaan aquo beralasan hukum untuk dinyatakan batal demi hukum sebab kewenangan Penuntut Umum, menuntut dugaan tindak pidana terhadap terdakwa telah gugur karena daluwarsa," kata tim kuasa hukum.
Baca Juga: KPK Limpahkan Perkara Rafael Alun Trisambodo ke Pengadilan Tipikor
Dalam nota keberatannya, tim kuasa hukum berpendapat, ada beberapa pasal yang didakwa sudah tidak dapat dikenakan kepada Rafael karena dugaan tempo terjadinya kasus sudah melampaui cakupan waktu pasal yang dimaksud.
Dalam dakwaan primer, Rafael didakwa melanggar Pasal 12 B UU Tipikor yang ancaman pidananya minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun atau penjara seumur hidup. Tim kuasa hukum menilai pasal ini bersinggungan dengan pasal 78 KUHP Ayat 4 yang mengatur masa berlaku atau daluwarsa untuk kasus yang dikenakan adalah selama 18 tahun.
"Bahwa dalam Dakwaan Kesatu Terdakwa didakwa atas dugaan perbuatan gratifikasi yang dianggap pemberian suap yang dilakukan sejak tahun 2002 atau sejak 21 tahun yang lalu," kata Tim Kuasa Hukum.
Hal sama juga disebutkan terhadap dakwaan kedua terhadap Rafael Alun, yaitu Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU yang pidana maksimal adalah penjara selama 15 tahun. Tim kuasa hukum berpendapat, berdasarkan pasal 78 KUHP Ayat 3, kejahatan yang diancam dengan pidana penjara di atas tiga tahun daluwarsanya adalah 12 tahun.
Baca Juga: Rafael Alun Trisambodo Diperiksa Perdana Sebagai Tersangka oleh KPK
"Bahwa dalam Dakwaan Kedua Terdakwa didakwa atas dugaan perbuatan TPPU yang dilakukan sejak tahun 2003 atau sejak 20 tahun yang lalu," jelas Tim Kuasa Hukum.
Atas alasan-alasan ini, terdakwa kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan gratifikasi senilai Rp16,6 miliar, Rafael Alun Trisambodo, melalui kuasa hukumnya, menyatakan dirinya patut dibebaskan dari dakwaan Penuntut Umum dan lepas dari tahanan.
Sebelumnya jaksa mendakwa Rafael melanggar Pasal 12 B Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Rafael juga melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.