Home Hukum Kasus Dugaan Penipuan Dan Penggelapan SIUP Segera Diputuskan, Ini Harapan Korban

Kasus Dugaan Penipuan Dan Penggelapan SIUP Segera Diputuskan, Ini Harapan Korban

Jakarta, Gatra.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) akan membacakan putusan dalam perkara dugaan penipuan, penggelapan, dan pemalsuan terkait surat izin usaha perdagangan (SIUP) dengan terdakwa Shirly Prima Gunawan pada Selasa, (26/9). Putusan dibacakan setelah mendengar pleidoi atau pembelaan terakhir terdakwa.

"Setelah pembacaan pleidoi ini, majelis hakim akan musyawarah dan pembacaan putusan diagendakan Selasa, 26 September 2023" kata majelis hakim pengganti hakim ketua Samuel Ginting dalam ruang sidang Prof. Dr. Mr. R. Wirjono Prodjodikoro, yang dikutip Rabu (6/9).

Kuasa hukum korban, Rizky Ayu Jessica, Martin Lukas Simanjuntak menyemangati majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) dalam penegakan hukum ini. Terkhusus kepada jaksa dia meminta untuk memperjuangkan hak hukum korban hingga mendapatkan keadilan.

"Kita semangati, nanti apapun keputusan hakim, jaksa harus berani mengambil sikap apabila putusan tersebut tidak mencerminkan atau memberikan kepastian hukum dan keadilan dan kemanfaatan bagi pelapor dan juga korban," kata Martin usai sidang.

Martin mengatakan berdasarkan informasi yang ia dengar jaksa wajib banding bila terdakwa diputus dengan hukuman di bawah 3/4 dari tuntutan. Bila tidak mengajukan banding, jaksa tersebut akan kena audit.

Martin tidak bisa memastikan kebenaran informasi yang ia dengar itu. Namun, terlepas dari itu dia meyakini bahwa jaksa adalah perwakilan korban dalam menuntut keadilan. Apalagi, jaksa telah menyatakan unsur tindak pidana terpenuhi sesuai Pasal 378 KUHP tentang Tindak Pidana Penipuan.

"Dengan jaksa penuntut umum menuntut berarti sudah cukup pembuktiannya, tinggal hakim melihat ada enggak keyakinan dia. Kalau dua alat bukti saya pikir sudah cukup ya," ungkapnya.

Dalam sidang dengan agenda pleidoi yang digelar Selasa sore, terdakwa meminta majelis hakim menolak tuntutan jaksa penuntut umum dan membebaskan terdakwa. Atas pleidoi itu, jaksa tidak mengajukan replik atau jawaban dari pembelaan terdakwa. Namun, jaksa menyatakan menolak permohonan terdakwa dan masih tetap sama dengan tuntutan yang dibacakan sebelumnya.

Martin berharap kekhawatirannya akibat tidak adanya pemantauan yang dilakukan oleh Bawas MA dan Komisi Yudisial tidak berimplikasi terhadap putusan majelis hakim yang bisa saja memvonis lepas (onslaught) atau hanya menjatuhkan hukuman pidana percobaan terhadap terdakwa tidak terjadi. Kekhawatirannya atas penegakan hukum ini mulai muncul dari adanya dugaan perlakuan khusus kepada terdakwa dengan pengabulan menjadi tahanan rumah.

Ditambah lagi Hakim Ketua Samuel Ginting digantikan dengan hakim lain saat sidang agenda pleidoi.

"Karena indikasi-indikasi semakin kencang ini, kalau terjadi saya tidak tahu nanti kalau misal ternyata vonisnya seperti yang saya khawatirkan itu tiba-tiba jaksa juga sependapat, tidak mengajukan banding, nah ini tanda tanya besar lagi," ujar Martin.

Bila hal itu terjadi, Martin memastikan selaku kuasa hukum pelapor dan korban akan menempuh upaya-upaya hukum lain. Martin mengaku telah mengajukan surat ke badan pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA), Komisi Yudisial (KY) untuk memantau perkara ini beberapa waktu lalu.

Agar tidak terjadi perbuatan-perbuatan yang sifatnya transaksional berdampak pada putusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa.

"Saya cinta peradilan Indonesia, saya mau peradilan itu jujur tanpa ada pemberlakuan khusus atau gratifikasi atau nepotisme," tutur dia.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Ibnu Suud membacakan tuntutan terhadap terdakwa pada Selasa, 22 Agustus 2023. Dia menuntut terdakwa dengan amar putusan selama dua tahun enam bulan penjara. Tuntutan ini terkait Pasal 378 KUHP tentang Tindak Pidana Penipuan.

Martin sempat mengkritisi penggunaan pasal ini. Menurut Martin, terdakwa sepatutnya juga dikenakan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Sebab, menurut fakta persidangan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang digunakan terbukti palsu. SIUP itu dijadikan sebagai alat melakukan suatu penipuan terhadap pelapor atau korban.

"Kenapa yang digunakan hanya penipuan (Pasal 378), ini yang menjadi tanda tanya kita apakah ke depan membuat ataupun menggunakan surat yang palsu untuk menggunakan modus penipuan akan dibiarkan tanpa dilakukan penuntutan, sehingga masyarakat nanti akan berbondong-bondong melakukan penipuan dengan memalsukan surat SIUP itu berbahaya lo," kata Martin, Selasa, 22 Agustus 2023.

Kasus ini berawal dari adanya jaminan bisnis tas bermerek sebesar Rp18 miliar melalui surat pernyataan hutang yang akhirnya tidak terealisasikan pembayarannya. Terdakwa Shirly Prima Gunawan memberikan bilyet giro atau giro kosong atau ditolak oleh otoritas Bank.

Akibat tindakan terdakwa, korban mengalami kerugian sebanyak 17 tas branded dengan merek Dior, Hermes, Chanel dan lainnya sesuai yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Perkara Pidana Nomor 136/Pid.B/2023/PN. JKT SEL. Perkara ini menyebabkan korban mengalami kerugian secara materill dan imateriil.

243