Jakarta, Gatra.com - Pemerintah melalui PT Indonesia Power bersama PT PLN (Persero) berkomitmen untuk selalu menjaga emisi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sesuai dengan regulasi.
"PLN telah menetapkan standar pemasangan ESP (Electrostatic Precipitator) pada setiap PLTU sehingga emisi yang dikeluarkan oleh PLTU selalu aman dan berada dibawah ambang batas sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," ungkap Direktur Utama PT Indonesia Power, Edwin Nugraha Putra dalam keterangan resmi pada Senin (4/9).
Erwin mengatakan, hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 15 tahun 2019, ambang batas partikulat adalah 100 mg/m3, sedangkan hasil pengukuran partikulat di Suralaya di bawah 60 mg/m3.
Dalam kesempatan yang sama, Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Energi (ESDM) terus berupaya untuk menyediakan tenaga listrik yang ramah lingkungan, hal tersebut sejalan dengan penyusunan perubahan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang mengutamakan penyediaan tenaga listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk menurunkan emisi gas buang pembangkit listrik.
"Penyediaan energi bersih dapat dilihat dari emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik berbasis fosil. Salah satu indikatornya mengacu kepada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No. 15 Tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Termal," ujar Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, Wanhar dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya di Cilegon, Banten, Jumat, (1/9).
Wanhar menjelaskan sejak tahun 2019 Kementerian LHK memperketat baku mutu emisi dengan nilai konsentrasi parameter SO2 dan NOx sebesar 200 mg/Nm3 , konsentrasi parameter PM sebesar 50 mg/Nm3 dan konsentrasi Hg sebesar 0,03 mg/Nm3.
"Indonesia terus berupaya untuk menerapkan baku mutu emisi yang lebih baik agar dapat bersaing dengan negara-negara yang sudah menerapkan baku mutu emisi (parameter SO2, NOx, Partikulat dan Merkuri (Hg)) untuk PLTU yang lebih ketat seperti China, Amerika Serikat dan Jepang," jelas Wanhar.
Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menyampaikan bahwa, peninjauan yang dilakukan tersebut ini dilakukan dalam rangka melaksanakan fungsi Pengawasan DPR RI, mengingat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi salah satu sektor yang disorot terkait dengan semakin parahnya polusi udara yang terjadi di Jakarta.
Sehingga, dilakukan kunjungan langsung terkait implementasi teknologi PLTU yang lebih ramah lingkungan sesuai dengan standar Environmental Social Governance (ESG).
"Kualitas udara di Jakarta sedang memburuk akibat polusi udara, oleh karena itu dalam kesempatan pagi hari ini, Komisi VII ingin berdiskusi dan meninjau secara langsung terkait profil dan kinerja PLTU Suralaya dalam pemenuhan energi listrik bagi Masyarakat dan ingin mengetahui langkah-langkah perusahaan dalam menghasilkan energi yang lebih ramah lingkungan, serta implementasi standar Environmental, Social, and Governance (ESG) yang telah diterapkan Perusahaan," jelas Sugeng.
Sementara itu, Guru Besar Teknik Lingkungan ITB, Prof Puji Lestari yang telah melakukan kajian dampak kegiatan PLTU PT PLN Indonesia Power terhadap potensi polutan lintas batas dengan model dispersi pada tanggal 1-22 Agustus 2023 menyampaikan bahwa PLTU Suralaya sudah memenuhi aturan yang ditetapkan pemerintah, terutama dalam mengelola emisi yang dihasilkan.
"Kesimpulan yang kami dapat dalam kajian tersebut antara lain, terdapat transboundary Air Polutant (polutan Lintas Batas) terutama pada musim penghujan namun pada konsentrasi yang relatif kecil pada Jakarta, dimana pada musim kemarau tidak terjadi transboundary ke arah Jakarta, konsentrasi polutan pada bulan agustus 2023 cenderung kecil dan tidak terjadi transboundary ke arah Jakarta baik untuk polutan PM2.5; NOx dan SO2," jelas Puji.
Untuk diketahui, PLTU Suralaya merupakan salah satu PLTU terbesar di Indonesia yang menghasilkan listrik mencapai 3.400 MW dan memproduksi sekitar 50% dari total produksi PT Indonesia Power serta berkontribusi sekitar 18% dari energi listrik kebutuhan Jawa-Bali. Dengan transmisi sebesar 500 kV, pembangkit tersebut mengkonsumsi batubara kurang lebih 35.000 ton per hari.