Home Ekonomi Berempati Hingga Tumbuhkan Kepercayaan Diri, ABC Wooden Toys Ingin Pekerja Difabel Mandiri

Berempati Hingga Tumbuhkan Kepercayaan Diri, ABC Wooden Toys Ingin Pekerja Difabel Mandiri

Yogyakarta, Gatra.com – Lewat Anak Bangsa Cerdas (ABC) Wooden Toys yang didirikan 20 tahun silam, Rita Indriana ingin mewujudkan mimpinya. Setelah menjadikan penyandang difabel memiliki kepribadian kuat, pemilik ABC Wooden Toys itu ingin pekerja difabel mandiri.

Bersama suaminya, Eka Kurniawan, Rita mendirikan ABC Wooden Toys pada 2003 silam tepatnya pada 14 Mei. Mimpinya kala itu sederhana, membuat alat permainan edukatif (APE) khusus anak didik jenjang PAUD, TK, dan Anak Berkebutuhan Khusus atau ABK, yang jarang di pasaran.

Produk itu sekaligus jadi ruang usaha sebagai wadah yang memberi kesempatan kerja bagi lulusan SMA SLB penyandang tunarungu (B) serta tunagrahita (C) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Kebetulan suami saya guru keterampilan di SLB Negeri I Bantul. Kami prihatin dengan kondisi anak-anak setelah lulus tidak terserap dunia kerja karena peluangnya sangat-sangat terbatas,” katanya kepada Gatra.com, Sabtu (26/8) siang.

Kedua keinginan itu kemudian bertemu tanpa diduga saat Rita harus menemai anak pertamanya dirawat di RSUP dr.Sardjito. Dari sebuah permainan buatan Belanda yang ditemui di ruang bermain rumah sakit, Rita kemudian memutuskan membuat APE. Permainan teka-teki (puzzle) sederhana adalah produk pertamanya.

Lewat berbagai pameran, Rita kemudian mendapat berbagai masukan dan pesanan dari orang tua maupun sekolah untuk membuat APE yang tidak terbatas puzzle saja. Saat ini, Rita menyebut ada 300 item permainan yang diproduksi ABC Wooden Toys mulai dari permainan labirin, kereta, menara, dan balok warna.Semua produk ini sudah mendapatkan sertifikat SNI sejak 2015.

Ia bekerja dengan rekan-rekan penyandang disabilitas yang kebanyakan mantan anak didik suaminya. Di awal-awal produksi, Rita mengaku kesulitan untuk memahami dan berkomunikasi dengan mereka.

“Momen saya mulai memahami dan mengubah pola komunikasi muncul saat mengeluh tentang kesulitan menyusun puzzle di akhir produksi kepada suami. Mereka memang melakukan instruksi saya, namun lama,” ujarnya saat berbincang di tokonya di Gendeng GK IV/598 A, Baciro, Gondokusuman, Kota Yogyakarta.

Keluhan itu dijawab suaminya dengan pertanyaan, "Sebenarnya yang lulusan SLB itu siapa, Rita sendiri atau para pekerja?"

Dari situ Rita sadar, ternyata para pekerja difabel tidak bisa dituntut melakukan pekerjaan yang membutuhkan pemikiran. Mereka baru fokus ketika diberi tugas dasar seperti menggergaji, mengamplas untuk menghaluskan permukaan, atau mengecat produk.

“Usai kejadian itu saya kemudian mengubah gaya berkomunikasi dengan mereka. Jangan memberikan instruksi yang panjang. Simpel dan sederhana saja. Selalu puji bila pekerjaan bagus. Itu yang memunculkan kepercayaan dan kebangaan diri mereka,” lanjutnya.

Dari sepuluh pekerja di rumah produksi mereka di Kasihan, Bantul, Rita mengatakan ada empat pekerja yang merupakan difabel.

Sejak bergabung dengan Yayasan Dharma Bina Astra (YDBA), di mana pada 2015 ABC WoodenbToys dinobatkan sebagai UMKM Binaan Terbaik, Rita mengaku mendapat banyak perubahan dalam menjalankan usahanya.

Lewat berbagai pendampingan dari tim YDBA, Rita mengubah sistem manajemen dari kekeluargaan ke profesional. Ia juga memperluas jangkauan pasar dengan memanfaatkan pasar online dan mendaftarkan pekerjanya dalam jaminan hari tua serta pensiun.

“Kami juga ditantang untuk ekspor namun saat ini belum siap karena harus menyiapkan kestabilan produksi, legalitas terkait produk, dan ketersediaan SDM. Ini tengah kami pikirkan dengan matang sekarang,” katanya.

Sebagai upaya penjajakan ekspor, Rita mengaku berani menerima pesanan perseorangan dari pembeli luar negeri. Baginya ini kesempatan untuk mempelajari karakteristik pasar untuk menembus pasar luar negeri.

Tapi target terbesar dalam waktu dekat adalah memandirikan pekerjanya dengan mengajak mereka menjadi mitra produksi. Dalam gambarannya, dengan menjadi mitra produksi, pekerja difabel akan memiliki banyak waktu dengan keluarga dan akan membuka lapangan pekerjaan bagi difabel lain.

“Bisa saja nanti kami yang menyiapkan alat dan bahan produksinya. Mereka tinggal mengerjakan produk setengah jadi untuk kemudian kami selesaikan. Konsep ini sudah kami terapkan dengan beberapa UMKM ketika pesanan produk meningkat,” jelasnya.

Sejak bergabung dengan YDBA, Rita mendapatkan pelatihan dan memperoleh fasilitas pameran yang membantu penjualan dan produknya dikenal luas. Tak hanya itu, pameran itu memberi kesempatan Rita mendapat relasi untuk menjadi reseller bagi produknya. Saat ini dirinya telah bekerja sama dengan 100 reseller secara nasional.

Rita memastikan seluruh APE yang diproduksi ABC Wooden menggunakan cat berbasis air. Sehingga bebas dari kandungan zat berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Produk yang dijualnya juga memperhatikan keamanan konsumen, tidak semata mengejar keuntungan.

“Tahun kemarin kami dinobatkan YDBA sebagai UMKM Mandiri yang statusnya berlaku sampai Desember 2025. Penghargaan ini menuntut kami sebagai manajemen harus lebih bertanggung jawab terhadap kesejahteraan karyawan,” katanya.

Tidak hanya itu, dari produksi, pemasaran, dan keuangan, ABC Wooden Toys dituntut untuk memenuhi keinginan pekerja secara internal terhadap kebutuhan alat produksi. Sedangkan dari sisi eksternal, pemanfaatan pasar online diperluas.

Status UMKM Mandiri ini menjadikan Rita dan timnya dituntut bergerak cepat untuk berinovasi dalam produk. Hal inilah yang membuatnya terus mau belajar.

Koordinator Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) Yogyakarta, Fransisca Wisni Kristanti, mengatakan dalam berhubungan dengan UMKM binaan, pihaknya memberikan pelatihan dan pengawasan.

“LPB merupakan kepanjangan tangan YDBA di daerah. Kami membantu UMKM binaan untuk menemukan solusi terkait dengan kendala yang dihadapi. Kami membantu mencarikan pasar dan menjadi fasilitator dengan perbankan untuk mengakses permodalan,” tulisnya di rilis.

Di pendampingan tersebut, UMKM binaan dibimbing dalam pembuatan laporan yang rapi dan profesional juga dipisah dengan keuangan keluarga. UMKM kemudian dibantu dalam pengurusan legalitas saat belum memiliki nomor induk berusaha.

Berbagai upaya pendampingan ini menurut Fransisca adalah bentuk kepedulian YBDA kepada UMKM. Ini sudah diamanatkan Catur Dharma, yaitu sejahtera bersama.

“Karena itu, YBDA mewujudkan konsep tanggung jawab sosial (CSR) perusahaan dengan menggandeng UMKM, termasuk ABC Wooden Toys untuk bisa terus berkembang dan semakin maju dan naik kelas. ABC Wooden Toys juga ikut memberdayakan difabel dengan memberi mereka pekerjaan secara layak,” terangnya.

266