Jakarta, Gatra.com - Pemerintah Indonesia bersama akademisi, organisasi keagamaan dan berbagai elemen masyarakat bersepakat untuk terus menjaga dan merawat toleransi.
Kesadaran dan komitmen bersama tersebut mengerucut dari kegiatan Jakarta Plurilateral Dialogue (JPD) 2023 yang berlangsung di Jakarta, Selasa-Rabu (29-30/8/2023).
JPD menyepakati bahwa berbagai pihak harus berkolaborasi dan bersatu padu memerangi intoleransi dan stereotip negatif, diskrimasi dan kekerasan terhadap manusia berlatarbelakang agama maupun kepercayaan. Hal ini juga bagian dari penguatan implementasi Resolusi Dewan Hak Asasi Manusia PBB 16/18.
Baca Juga: Menag: Budaya Toleransi Kunci Utama Mengelola Perbedaan
“JPD fokus pada pembahasan mengenai sharing agama dan pengetahuan antar agama agar memperkuat rasa toleransi antarumat beragama dan mempraktikkan budaya toleransi,” ujar Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Prof Sri Ruhaini Dzuhayatin saat membacakan kesimpulan dari kegiatan JPD di Jakarta, Rabu (30/8).
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengatakan, JPD sangat strategis dalam memitigasi solusi berbagai persoalan intoleransi yang terjadi di Indonesia maupun belahan negara lain.
Menurut dia, potensi intoleransi perlu terus diwaspadai karena keberagaman adalah sesuatu yang pasti. Di sisi lain perbedaan yang ada hakikatnya merupakan anugerah dari Tuhan.
“Persoalan (intoleransi) itu tidak bisa kita abaikan. Tujuan pertemuan ini, satu ingin mencari sebuah solusi, kedua ingin memperkenalkan cara penyelesaian yang dilakukan di berbagai negara. Pertemuan ini sungguh sangat baik karena saling bertukar informasi atas praktik-praktik baik yang terjadi atau dilaksanakan di berbagai negara,” ujar Moeldoko saat sambutan penutupan JPD.
JDP digelar Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Agama (Kemenag). Kegiatan ini dihadiri para tokoh agama, aktivis HAM, perwakilan Kedubes 64 negara, FKUB 34 provinsi, para penyuluh agama, dan para akademisi dari berbagai negara.
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Al Makin menilai knowledge sharing agama menjadi hal yang penting untuk melahirkan sikap toleran.
"Knowledge sharing atau berbagi pengetahuan tentang agama sendiri kepada orang lain; satu tentang ritual, dua tentang doktrin, tiga tentang kebahagiaan dan empat tentang tradisi, itu sangat penting," tandas Al Makin.
Konwledge sharing ini, kata dia, menghasilkan tiga sikap. Pertama adalah pertemuan, kedua persahabatan dan ketiga adalah kerja sama atau kolaborasi. Namun demikian, menurut Al Makin, knowledge sharing atau berbagi pengetahuan tentang agama di Indonesia masih sangat minim baik antar para mahasiswa maupun para siswa.
"Itu sangat sedikit sekali pengetahuan tentang agama lain,” tandasnya.