Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), MH, dalam kasus dugaan korupsi penerbitan dokumen perizinan pertambangan PT Sendawar Jaya.
“Saksi yang diperiksa yaitu MH selaku Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta, Selasa (29/8).
Tim Penyidin Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung memeriksa MH sebagai saksi untuk tersangka Imail Thomas (IT), anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan dan bupati Kutai Barat periode 2006–2016.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” katanya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Ismail Thomas sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Kejagung menahan dia selama 20 hari ke depan terhitung tanggal 15 Agustus sampai dengan 3 September 2023.
Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung menahan Ismail Thomas di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Salemba Cabang Kejagung untuk mempercepat proses penyidikan kasus yang membelitnya.
“Berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Prin-27/F.2/Fd.2/08/2023, tersangka IT dilakukan penahanan,” ujarnya.
Tim Pidsus Kejagung menetapkan Ismail Thomas sebagai tersangka setelah mengantongi dua bukti permulaan yang cukup atas peran yang bersangkutan dalam penerbitan dokumen perizinan pertambangan perusahaan tersebut.
Adapun peran tersangka Ismail Thomas dalam perkara ini, yaitu secara bersama-sama membuat dokumen palsu terkait perizinan pertambangan untuk mengambil alih usaha pertambangan.
“Mempergunakan dokumen sebagai bukti administrasi seolah-olah PT Sendawar Jaya adalah perusahaan yang memiliki izin secara sah,” ujarnya.
Kejagung menyangka Ismail Thomas melanggar Pasal 9 Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut yakni “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.”