Home Regional Kepala DLHP Purworejo: Pembangunan Glamping Bukan untuk Wisata

Kepala DLHP Purworejo: Pembangunan Glamping Bukan untuk Wisata

Purworejo, Gatra.com-Rencana pembangunan Glamping Heroes Park di wikayah Kelurahan Kedungsari, Kecamatan/Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mendapat penolakan dari Aliansi Masyarakat Petani Ulama Kiai dan Santri Kedungsari. Usai menerima audiensi perwakilan warga yang menolak, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perikanan (DLHP) Kabupaten Purworejo, Wiyoto Harjono buka suara.

Wiyoto mengatakan, saat ini baru tahap perencanaan. "Glamping yang akan kami bangun, itu tak semewah yang dibayangkan, perkemahan tapi eksekutif. Nantinya akan ada fungsi edukasi, konservasi. Selanjutnya, akan ada kebun raya yang mendapat pendampingan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Belum mulai, baru rencana. Gambar (DED) baru akan selesai. Ada miskomunikasi (dengan penolak)," kata Wiyoto di kantornya, Senin (28/08/2023).

Lokasi glamping berada di sebelah tenggara pendopo Bumi Perkemahan Heroes Park. Nantinya kebun raya akan menempati lahan seluas 4 hektar dari total lahan milik DLHP 11 hektar.

Wiyoto melanjutkan, pihaknya berencana membangu Ruang Terbuka Hijau (RTH) di lahan milik DLHP. "Di Heroes Park kami merencanakan kawasan RTH, ke depan kita akan membuat pengembangan bumi perkemahan, salah satunya ada glamping dan kebun raya. Konsep kebun raya akan ada beberapa zonasi. Ada tanaman tertentu per zonasi, antara lain zona untuk tanaman pangan. Lalu ada zona tanaman yang dijadikan nama desa di Kabupaten Purworejo. Contohnya tanaman kepuh (Desa Kepuh), pohon gintung (desa Gintungan), tanaman pucang (Cangkrep/pucang kerep) dan lain-lain," papar Wiyoto.

Saat ini ada 51 jenis pohon yang ada di kawasan Heroes Park. Mengenai kekhawatiran warga jika glamping dibangun mata air pertanian terganggu, Wiyoto pun membantahnya.

"Dalam audiensi tadi disebutkan keberatan dari aliansi penolak yakni, pertama akan mengurangi cadangan air. Perlu saya jelaskan, di sana sudah ada sumur bor existing jadi kami tidak membuat sumur bor lagi. Penggunaan glamping tidak tiap hari," ujarnya.

Ia pun membantah informasi yang menyebutkan glamping akan seperti hotel untuk wisata. "Core (intu) bisnis ini adalah konservasi, edukasi dan RTH, bukan wisata. Kalau wisata kan pasti pengelolanya Dinas Pariwisata. Kekhawatiran selanjutnya mengenai limbah, orang kemah tidak akan banyak limbah. Sudah kami jelaskan ke perwakilan aliansi, mereka akan menyampaikan ke anggota lain. Kami juva akan menyampaikan hasil pertemuan ini dengan pimpinan (Bupati dan Sekda)," tambah Wiyoto.

Kelak, biaya untuk membuat tenda permanen glamping menelan biaya Rp230 juta. Dengan umuran tenda permanen 3x5 meter sebanyak dua unit. Lalu ada tenda semi permanen yang bisa dibongkar pasang. Masing-masing tenda muat untuk 4-5 orang dewasa.

"Harapan kami, akan ada titik temu dengan aliansi penolak. Harapannya, pada pertemuan selanjutnya sudah ada titik temu," harap Wiyoto.

200