Jakarta, Gatra.com – Band musik Dongker menampilkan teater musikal ‘Sepenggal Mimpi di Reruntuh Api’ bersama kelompok teater Tuturupa dalam ajang Festival Alur Bunyi 2023, Sabtu (26/8). Penampilan diadakan di auditorium Goethe-Institut Indonesien.
Dongker merupakan band musik yang berdiri tahun 2019 yang membawakan lagu dengan genre 70s Punk Rock. Mereka berasal dari Bandung, Jawa Barat, yang mana sebelumnya semua personil Dongker merupakan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). Begitupun dengan kelompok teater Tuturupa yang menjadi kawan kolaborasi mereka kali ini personilnya adalah mahasiswa-mahasiswa ITB.
Baca Juga: Festival Alur Bunyi: Musik Lintas Genre hingga Pameran Project Mapping
Teater musikal jadi movement terbaru sekaligus perdana bagi Dongker. Dalam pementasan di Goethe-Institut ini, ditampilkan kisah petualangan sesosok pria bernama Nono yang terpukul hebat oleh kehidupannya. Nono kehilangan harapan hidupnya, namun di waktu yang sama dia bertemu dengan seorang perempuan bernama Lili yang membuat Nono mendapatkan harapan baru.
“Story line kita bentuk bersama Tuturupa, tapi basenya kita ngulik dari lima lagu Dongker yang kita pilih lalu kami coba bungkus dan interpretasi ulang dengan ceritanya,” kata personil Band Dongker, Delpi, seusai pertunjukan.
Dongker merespons perjalanan hidup Nono dengan lima lagu baru mereka sepanjang pementasan. Lagu yang dibawakan tersebut, secara berurutan, adalah: Sedih Memandang Mimpi, Tuhan di Reruntuhan Kota, Luka di Pelupuk Mata, Sepenggal Sadar, dan Bertaruh pada Api. Beberapa tokoh yang bermain di pementasan ini menggunakan kostum yang diambil dari beragam elemen visual Dongker.
Baca Juga: Depot Jamu Ngatiyem dan Cerita-cerita Masa Krisis
Untuk mempersiapkan pertunjukan tersebut, Dongker dan Tuturupa mengawalinya dengan rehearsal tertutup di Lapangan Merah, Gedung FSRD ITB. “Jadi seperti pengembangan yang ada di Punk Rock. Mencari daya tarik saja supaya nyentrik,” kata Arno, gitaris dan vokalis Dongker.
Ke depannya, Dongker membuka kemungkinan melakukan kolaborasi dengan medium yang lain. Niatan ini berlatar belakang bahwa Punk sebagai ideologi rebel (pemberontakan) tidak harus membatasi apresiasi seninya. “Rebelnya itu tidak menutup diri pada kemungkinan. Tidak peduli pada apapun efeknya nanti,” ucap Arno.