Batam, Gatra.com - Ribuan masyarakat Melayu Kepulauan Riau melakukan demonstrasi di Kantor Badan Pengusahaan (BP), Rabu (23/8). Massa yang datang umumnya menolak rencana relokasi 16 Kampung Tua di Rempang Galang untuk pembangunan industri terpadu.
Ribuan warga yang datang berasal dari sejumlah kampung tua yang ada di Batam dan Tanjungpinang. Massa berorasi di Bundaran Kantor BP Batam untuk menyampaikan aspirasi. Kumandang Takbir pun bergema disela aksi masa tersebut.
Petugas gabungan juga terlihat bersiaga di lokasi untuk pengamanan jalannya demonstrasi. Massa yang terus merangsek masuk membuat suasana sedikit memanas. Saling dorong antara para pendemo dan petugas pengamanan di gerbang kantor tersebut.
Komandan Daerah Militer (Kodim) Batam Letkol Inf Galih Bramantyo sempat terkena lemparan batu dari arah kerumunan demonstran dibagian hidung hibgga terluka. Perwakilan pendemo sempat diundang untuk berdialog di dalam gedung, sebagai upaya untuk meredam emosi massa.
Penolakan warga Melayu lantaran mereka akan direlokasi dengan ganti rugi oleh pengambang. Salah satunya kawasan terpadu Pulau Rempang yang akan dibangun kontruksi industri kaca terbesar di dunia. Nilai investasi tak tanggung-tanggung sekitar Rp 381 triliun untuk realisasi investasi di Pulau Rempang agar segera dimulai.
Disamping itu penolakan dari warga ini lantaran, tempat yang mereka tinggali saat ini adalah tanah adat. Sementara warga sudah lama tinggal di kampung tersebut turun temurun.
Masyarakat Melayu yang melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, menolak hasil kesepekatan yang diajukan BP Batam dalam pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih dua jam di Gedung Marketing BP Batam.
Koordinator aksi, Dian Ardiandi menyampaikan, bahwa pihak BP Batam, hanya sepakati dua poin terkait permintaan dan tuntutan warga Rempang Batam.
Kedua poin yang dimaksud yakni, poin satu BP Batam akan mengajak seluruh perwakilan masyarakat untuk melakukan pertemuan dengan Menteri Investasi dan BKPM RI, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menyampaikan aspirasi terkait 16 titik Kampung Tua di Kecamatan Rempang.
Poin kedua adalah, pengukuran tata batas guna pelepasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang dilaksanakan BP Batam, tetap dilanjutkan dengan memberitahukan kepada perangkat RT/RW dan melibatkan warga setempat.
"Kami tidak setuju dengan apa yang diminta oleh BP Batam, untuk itu kami tidak akan tandatangan surat perjanjian ini," ucapnya, dari atas mobil sound sistem.
Setelah menolak perjanjian yang disepakati bersama pihak BP Batam, pihaknya kemudian kembali menjelaskan mengenai permintaan agar relokasi tanpa syarat harus tetap direalisasikan BP Batam. Surat kesepakatan antara perwakilan warga dan BP Batam sempat disobek oleh peserta aksi demo.
Tidak hanya itu, pihak BP Batam juga diminta untuk menghentikan proses pengukuran lahan, dan pematokan lahan di wilayah Kecamatan Rempang Batam.
"Melayu tidak akan berubah. Melayu tidak jadi penghianat dan akan tetap konsisten pada kesepakatan awal," tegasnya.
Sejak lanching Pengembangan Kawasan Rempang Eco-City pada bulan April silam. BP Batam menyerahkan Surat Keputusan (SK) kepada PT Megah Elok Graga (MEG) sebagai pengelola pengembangan Pulau Rempang yang kemudian secara resmi diberi nama Kawasan Rempang Eco-City.
Bahkan, Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia, Bahlil Lahadalia, berkesempatan untuk meninjau rencana pengembangan mega proyek Pulau Rempang, Minggu (13/8).
Dalam kunjungannya, Bahlil juga menyempatkan waktu untuk berdialog dengan masyarakat setempat. Menteri berjanji akan mencari solusi ranpa ada pihak yang merasa dirugikan.