Jakarta, Gatra.com - Founder Lokataru, Haris Azhar mengaku sudah merasa akan ada beberapa pihak yang akan tersinggung dengan video podcast "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!". Namun, Haris mengira orang-orang akan tersinggung dengan materi kajian cepat yang dipublikasikan, bukan dengan judul video di akun YouTube-nya.
Selama persidangan, ada beberapa kalimat dan frasa yang diduga bermasalah. Contohnya, "Lord Luhut" pada judul; kalimat yang disebutkan oleh terdakwa Fatia Maulidiyanti, 'Jadi, Lord Luhut bisa dikatakan bermain di tambang Papua'; dan juga penyebutan 'penjahat'.
"Kalau tersinggung dengan kata-kata itu tidak, tapi bakal ada yang terganggu dengan hasil kajian, iya," ucap Haris Azhar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Senin (21/8).
Haris menjelaskan, sebelum video dipublikasikan, ia sempat mendiskusikan penggunaan 'Lord Luhut' dengan mantan produser YouTube-nya, Agus Dwi Prasetyo. Penggunaan 'Lord Luhut' awalnya ide Prasetyo. Haris mengatakan, ia terlebih dahulu bertanya soal penggunaan julukan ini.
"Saya tanya ke Prasetyo penggunaan 'Lord Luhut' ini gimana, hasil diskusinya, Prasetyo menjawab ke saya, Luhut dipanggil Lord sudah banyak di dalam hal tersebut sudah banyak digunakan," jelas Haris.
Founder Lokataru ini pun mengaku telah paham dengan konteks dari 'Lord Luhut' yang dimaksud Prasetyo. Ia pun sempat menanyakan, kenapa harus Luhut yang ditaruh dalam judul. Padahal, ada beberapa tokoh dan nama yang disebutkan dalam kajian cepat yang menjadi bahan diskusi.
"Karena, Luhut yang paling fenomenal, pejabat tinggi sering bicara ke publik seperti itu," ucap Haris lagi.
Imbas penggunaan 'Lord Luhut' di judul tidak dianggap Haris Azhar sebagai suatu kesalahan teknis. Sejak awal, Haris sudah menduga akan banyak pihak yang marah karena hasil kajian yang ada.
Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan, Fatia Maulidiyanti didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.