Jakarta, Gatra.com - Omongan Presiden Jokowi pada pidato kenegaraan dua hari lalu itu sontak menyentak hasrat Sahat Sinaga tentang nasib minyak sawit Indonesia di masa mendatang.
Bahwa sesungguhnya minyak sawit itu adalah emas, bahkan lebih emas ketimbang minyak nabati lain --- Olive oil, Rapeseed Oil dan juga Sunflower Oil --- lantaran mutu dan nutrisinya.
“Apa yang dibilang oleh presiden, it is a very extraordinary and complete speech. Sudah saatnya minyak sawit yang selama 100 tahun ini dianggap loyang, kita sudahi,” kata lelaki 76 tahun ini tadi pagi. Suaranya meninggi.
Menyudahinya menurut Plt Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) ini ya seperti yang dibilang Jokowi dalam pidatonya itu; hilirisasi! Semacam cara yang kemudian membikin nilai tambah minyak sawit menjadi lebih tinggi.
“Hilirisasi minyak sawit itu bisa mendongkrak nilainya menjadi 4-6 kali lipat ketimbang harga dasar minyak sawit.
Asal tahu saja, selama ini ada mutiara tersembunyi di 8-9 bagian dari produk sawit itu yang belum tergarap, namanya biomass, yang menjadi bahan dasar selulosa," Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) ini merinci.
Hilirisasi ini tentu akan bisa dilakukan jika penguasaan teknologi berkomponen produksi dalam negeri dilakukan, yang kemudian disandingkan dengan mindset environmentally friendly.
Mindset berbasis fakta ini pula yang pernah dilontarkan oleh Luhut Binsar Panjaitan waktu berbicara di Davos Swiss. Menteri Koordinator Maritim dan Investasi ini mengatakan bahwa Indonesia itu With No Deforestation.
Dengan teknologi dan pendekatan mindset tadi kata Sahat, produksi 16,38 juta hektar kebun sawit yang menghampar di 36 provinsi di Indonesia saat ini, akan mencapai 100 juta ton pada 2045, dari 55,5 juta ton saat ini.
“Capaian ini teramat logis bila kita tidak bermalas-malasan seperti yang dibilang presiden. Maka tugas utama kita menuju pencapaian itu adalah memenuhi Kepres nomor 9 tahun 2023 tentang Peningkatan Tata Kelola Kelapa Sawit dengan lancar," katanya.
Dan tata kelola sawit itu akan lancar bila lahan-lahan petani sawit bebas dari kungkungan kawasan hutan.
“Lalu petani juga mendapat dukungan pembiayaan untuk merevitalisasi kebunnya yang selama ini banyak terjebak pada pemakaian bibit palsu,”Sahat mengurai.
Langkah ini sangat penting dilakukan agar pada lima tahun mendatang petani bisa memperoleh produksi rata-rata 9,7 ton TBS per hektar pertahun dan pada 2030 produksi itu naik menjadi 25 ton TBS per hektar per tahun.
Jika semua ini lancar kata Sahat, dia yakin bahwa dengan inovasi yang sama-sama dilakukan oleh para pelaku sawit, sasaran sawit 2045 bakal kesampaian.
Minyaknya saja bisa mencapai revenue USD110 miliar dan produk turunan biomassnya bisa pula mencapai angka USD435 miliar.
“Kalau sudah begini posisinya, maka main produk dari pohon sawit itu adalah biomassanya, dan minyaknya sudah jadi by-product,” Sahat Sumringah.