Boyolali, Gatra.com - Para pemuda di Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali, mengembangkan metode agroforestri di desa tersebut. Hal ini membuat para pemuda desa enggan mencari pekerjaan ke kota besar dan memilih memberdayakan kampungnya.
Agroforestri adalah metode menanam tanaman pangan dan tanaman hutan dalam satu lahan. Ketua Kelompok Karya Muda Komunitas Petani Konservasi Dukuh Gumuk, Joko Susanto, mengatakan ada beberapa kegiatan pemberdayaan tanaman.
”Di antaranya konservasi anggrek Merapi, budidaya kopi, dan tanaman asli merapi seperti pohon dadap duri. Tanaman ini salah satu tanaman favorit untuk satwa lutung Jawa atau lutung Merapi karena banyak menampung air,” katanya.
Dengan pemberdayaan tanaman holtikultura ini, para pemuda desa memiliki penghasilan. Awalnya, Joko menginisiasi Kelompok Karya Muda Dukuh Gumuk bersama 11 pemuda pada 2016 lalu. Mereka melakukan konservasi anggrek spesies khusus di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi yang hampir punah.
“Kami kasihan waktu itu melihat anggrek Merapi itu sudah hampir punah,” katanya.
Untuk pengembangannya, Kelompok Karya Muda Dukuh Gumuk dibantu oleh Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) dan pabrik Aqua Klaten. Setelah beberapa waktu, puluhan anggrek Merapi dapat dikembangkan. Totalnya 23 varian, termasuk Vanda Tricolor.
”Jumlah varian anggrek Merapi seharusnya ada lebih dari 130 jenis,” katanya.
Saat ini anggrek-anggrek ini dirawat di sebuah green house berukuran 4x6 meter. Mereka dibudidayakan sekitar 1,5 hingga 2 tahun kemudian dilepasliarkan di area Gunung Merapi.
”Masyarakat juga bisa membeli anggrek-anggrek tersebut dari warga, tapi untuk dikembalikan ke Taman Nasional Gunung Merapi dan tidak bisa dibawa pulang. Tak hanya dirawat di green house, di lokasi konservasi tersebut juga ada laboratorium kultur jaringan untuk memperbanyak anggrek,” katanya.
Pendampingan oleh LPTP dan Aqua dianggap sangat membantu. Pasalnya selama ini tidak ada pemuda yang memiliki latar belakang pendidikan pertanian.
”Kami tidak ada yang memiliki latar belakang pendidikan pertanian. Namun, dengan pendampingan yang diberikan LPTP dan Aqua Klaten, kami bisa memberdayakan tanaman-tanaman ini,” katanya.
Tak hanya anggrek, di tahun 2017 warga di Desa Mriyan juga dibimbing untuk membudidayakan tanaman kopi di lereng-lereng Merapi di luar kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Selain untuk konservasi air dan mencegah longsor, biji bisa diolah dan dijual.
”Alhamdulillah pemuda di sini itu enggak ada yang merantau, enggak ada yang ke luar desa. Tetap masih konsisten dengan pekerjaannya sebagai petani, sebagai anak desa,” ucapnya.
Saat ini, para pemuda mendirikan Kedai Kopi Gumuk. Di kedai sederhana ini, kopi dibuat dengan sentuhan soft fruity dan asam. Kopi dari Desa Mriyan sudah banyak dipesan hingga ke luar kota seperti Klaten, Jogja, Bandung, hingga Jakarta.
Tanaman lainnya yang menjadi komoditas dari desa ini yakni tembakau dan mawar. Kedua komoditas ini bahkan lebih menghasilkan dibandingkan kopi.