Jakarta, Gatra.com – Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Karya, Destiawan Soewardjono, membantah telah merugikan keuangan negara total Rp2,5 triliun sebagaimana diberitakan media massa.
Destiawan menyampaikan bantahan tersebut melalui kuasa hukumnya Enita Adyalaksmita dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta pada akhir pekan ini. Ia menyebut kliennya dikriminalisasi pemberitaan dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan atau penyelewengan penggunaan dana PT Waskita Beton Precast (WBP) pada 2016–2020.
Pasalnya, lanjut Enita, angka kerugian keuangan negara total Rp2,5 trilun itu terjadi mulai tahun 2016 hingga 2020. Sedangkan Detiawan yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus tersebut, baru menjabat sebagai dirut Waskita Karya pada tahun 2020.
“Dia baru jadi dirut Waskita pada 4 Juni 2020. Dia diangkat menteri BUMN untuk bersih-bersih. Tidak mengetahui aksi gali-tutup lobang manajemen sebelumnya,” kata Anita.
Ia mengatakan, berdasarkan pemberitaan media massa dan sosial media (Sosmed) bahwa kliennya melawan hukum karena memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) menggunakan dokumen palsu. Adapun angka kerugian keuangan negara Rp2,5 triliun merupakan laporan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Terlebih lagi, kata Enita, Destiawan ketika menjabat dirut Waskita mempunyai itikad baik ketika mendapat laporan bahwa ada kerugian di PT WBP sejumlah Rp300 miliar. Ia memerintahkan Internal Audit Waskita untuk melakukan audit WBP dan join audit dengan Pricewaterhouse Coopers (PwC).
“Ditemukan manipulasi keuangan. Hasil temuan dilaporkan Destiawan kepada Wamen II BUMN,” ujar Enita.
Kemudian terdapat temuan kerugian WBP sejumlah Rp1,3 triliun yang sumbernya dari SCF ddanRp1,2 triliun dari Waskita Holding. “Yaitu dari pencairan SCF sejumlah 5 kali menggunakan proyek fiktif di periode sebelum Destiawan menjabat,” ujarnya.
Enita menjelaskan, SCF total Rp1,2 triliun dari SCF 1, 2 ,3, 4, 5, 6, 7, 8 pada periode 2016 -2020 di Waskita Holding. Pada saat 4 Juni 2020 Destiawan menjabat, terjadi pencairan SCF ke 6, 7, dan 8 sejumlah Rp150 miliar. Selebihnya SCF 1–5 terjadi di 2016–2019 sebelum Destiawan menjabat Dirut Waskita.
“Kok bisa pemberitaan seluruh SCF dituduhkan kepadanya. Dia baru menjabat dirut 4 bulanan. Dir Ops dan Dir Keuangan menandatangani pencairan SCF 678 tanpa sepengetahuan Pak Des. Apalagi memerintahkan dan menyuruh,” katanya.
Atas temuan audit itu pula, Destiawan dan tim melapor ke Polda Metro Jaya pada 12 Juli 2021 hingga memenuhi panggilan pada 12 November 2021. Setelah itu, tidak ada tindak lanjut.
“Sehingga Destiawan menyampaikan kepada komisaris utama Waskita dan Kementerian BUMN akan menggunakan jalur lain yakni Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Kejagung kemudian pada Mei 2022 mulai proses penyelidikan terhadap WBP di periode 2016–2017 yang merugi. Pada Juni 2022, penyelidikan berkembang menjadi penyidikan SCF kepada Direktur Pemasaran WBP dan beberapa manager.
Selepas itu, kata Anita, Kejagung menetapkan beberapa tersangka, salah satunya mantan dirut WBP, Jarot Subana. Pada Desember 2022, penyidikan berkembang ke Waskita terkait dugaan penyalahgunaan dana SCF dan telah menetapkan 4 tersangka, yaitu Bambang Rianto, Haris Gunawan, Taufik Hendra Kusuma, dan Nizam Mustafa.
“Destiawan yang awalnya beritikad baik menjalankan perintah Komut dan Kementerian BUMN melaporkan kasus WBP serta bersedia menjadi saksi, kok malah jadi tersangka pada 28 April 2023,” kata Enita.
Ketika proses BAP (Berita Acara Penggeledahan) saksi istri dan anak pada 23 Mei 2023, dilanjutkan penyitaan sebuah mobil dan uang tunai Rp123 juta yang sudah disetor ke kas negara serta rekening istri dan anak dibekukan.
Namun tanggal 7 Juli 2023, penyidik mengubah dengan permohonan izin melalui Sita PN Bekasi menjadi hampir seluruh aset. “Mobil serta uang tunai tidak ada dalam list sita yang dimohonkan melalui PN,” ujar Anita.