Home Hukum LQ Indonesia Lawfirm Beberkan Dugaan Upaya Kriminalisasi Kasus ITE yang Menjerat Alvin Lim

LQ Indonesia Lawfirm Beberkan Dugaan Upaya Kriminalisasi Kasus ITE yang Menjerat Alvin Lim

Jakarta, Gatra.com - LQ Indonesia Lawfirm menyebut kebebasan berpendapat menghadapi tantangan dan cobaan di mana pada zaman Presiden Jokowi, sudah ada deretan kasus terkait Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) digunakan untuk mengkriminalisasi dan membungkam pihak yang vokal dan berusaha membongkar kebobrokan oknum aparat penegak hukum.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) LQ Indonesia Lawfirm, Bambang Hartono mengatakan bahwa preseden serupa terjadi dalam kasus yang menimpa advokat Alvin Lim. Ia menyinggung soal oknum kejaksaan yang mengatasnamakan Persaja (Persatuan Jaksa) membuat 185 Laporan Polisi di seluruh wilayah Kejaksaan Indonesia atas dugaan pasal pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan hoaks terhadap Alvin Lim.

“Perkara dimulai ketika sebagai pengacara Alvin Lim dari LQ Indonesia Lawfirm menjadi kuasa hukum P. Kliennya yang mobil Mazda Biante miliknya disita oleh Kejaksaan Negeri Jakarta selatan. P kemudian di hubungi oleh Hadi yang mendapat surat kuasa dari leasing untuk menarik kendaraan yang disita.” jelas Bambang di Jakarta, Jumat (11/8).

Bambang melanjutkan, Hadi kemudian meminta uang puluhan juta yang disebutkan diminta oleh Oknum Jaksa Sru Astuti, jaksa yang menyidangkan. Setelah dana tersebut ditransfer, P dipanggil dan diperiksa di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, Hakim Asiadi menolak pengajuan pinjam pakai. Hal tersebut membuat P menagih kembali biaya puluhan juta karena kendaraan tidak bisa dikeluarkan sesuai janji Hadi.

"Namun, Hadi dalam pembicaraan telepon dan bukti screenshoot WA mengaku bahwa Sru Astuti tidak mau mengembalikan dana tersebut ke P. Ada bukti rekaman dimana Hadi menyebut nama Sru Astuti sebagai oknum Jaksa yang mengurus pinjam pakai dan menerima biaya pinjam pakai." ujarnya.

"Lalu karena Hadi tidak mau mengembalikan dana, maka Alvin lim selaku kuasa hukum membuat surat aduan ke Kejari Jaksel dan Jamwas perihal dugaan oknum Jaksa Sru Astuti di tahun 2019," lanjut Bambang.

Dua tahun lebih berlalu, jelas Bambang, aduan kejaksaan tidak ditindaklanjuti. Lalu, Alvin Lim diminta oleh kliennya untuk menggunakan cara no viral, no Justice. Sehingga mereka menceritakan kejadian tersebut di Youtube Quotient TV agar masyarakat bantu memantau perkembangan kasus tersebut.

"Kemudian, Sru Astuti yang keberatan atas hal tersebut membuat aduan ke kepolisian atas dugaan pasal pencemaran nama baik dan fitnah," ungkap Bambang.

Dalam waktu sepekan berselang, dilakukan gelar perkara dan status Alvin Lim naik menjadi tersangka, tanpa sebelumnya pernah diperiksa sebagai tersangka.

"Jelas terlihat kejanggalan dan dugaan kriminalisasi oleh oknum Mabes Polri Subdit Cyber Crime, perkara yang sama yang Alvin Lim laporkan ada yang bertahun-tahun tidak diperiksa sedangkan ini satu minggu sudah gelar perkara. Kejanggalan lainnya nampak ketika Mabes Polri dengan tergesa-gesa mengirimkan berkas ke kejaksaan dan mendapatkan P19 (berkas tidak lengkap),” tegasnya.

Bambang mengungkapkan bahwa hal ini terkuak dalam berkas P19 yang menjadi alat bukti di sidang praperadilan yang diajukan oleh Alvin Lim. Jaksa peneliti meminta agar Penyidik memeriksa Hadi dan Phioruci karena Alvin Lim hanya menceritakan apa yang diucapkan oleh Hadi yang dibuktikan dengan rekaman suara Hadi.

“Bagaimana Sru dinyatakan difitnah, tidak menerima dana jika belum diperiksa Hadi dan jika ada pencemaran nama baik, maka Hadi lah yang seharusnya dijadikan tersangka karena sumber berita berasal dari Hadi. Alvin Lim hanya sebagai kuasa hukum menceritakan kembali kejadian yang terjadi dan dialaminya," lanjutnya.

Penetapan Alvin Lim sebagai tersangka, jelas Bambang, tampak dipaksakan. Selain waktu proses yang relatif singkat, penyidik juga menolak memeriksa saksi-saksi yang terlibat.

Bambang turut menyinggung kasus hoaks Ratna Sarumpaet di mana Fadli Zon dan Hanum Rais menjadi pihak yang sempat menceritakan terjadinya pemukulan dan penyerangan terhadap Ratna Sarumpaet melalui stasiun TV.

"Namun, kemudian terbukti bahwa Ratna lah yang berbohong ketika bercerita ke Fadli. Dan yang dijadikan tersangka adalah Ratna Sarumpaet dan bukan Fadli Zon dan Hanum Rais. Hal sama, jika Sru Astuti benar tidak menerima suap dalam kasus pinjam pakai, maka Hadi lah yang patut dijadikan tersangka,” bebernya.

Menurut Bambang, dalam kasus ini Hadi yang menjadi sumber hoaks tersebut yang menyebarkannya kepada Phioruci dan Alvin. Alvin Lim juga dapat membuktikan ceritanya dengan bukti rekaman suara Hadi dan bukti percakapan WA serta bukti transfer uang ke Hadi.

“Alvin Lim hanya menceritakan apa yang dia dengar dan dialami yaitu apa yang Hadi katakan kepadanya. Apakah yang didengar benar atau tidak seharusnya menjadi tanggung jawab, Hadi yang menyebarkan pertama kali. Jadi jelas Mabes Polri membidik Alvin Lim karena sengaja tidak memeriksa Hadi dan Phioruci." ujar Bambang.

Bambang memandang bahwa jika hal ini nanti digelar dalam sidang pengadilan dan dibongkar, maka akan menjadi aib buruk bagi kepolisian dan merusak reputasi Polri sebagai penegak hukum dan menjadi bukti bahwa Mabes Polri masih diisi oleh oknum penyidik nakal dan berusaha mencelakakan masyarakat.

"Satu hal lagi, Alvin Lim menceritakan kronologis kejadian layaknya seorang pengacara dalam menjalankan tugasnya. Sama halnya seperti Kadiv Humas Mabes sering menceritakan kejadian yang didapatkannya meski hanya dugaan walau belum ada putusan inkracht pengadilan, sesuai UU Advokat, Alvin Lim memiliki imunitas yang melekat dalam dirinya sebagai pengacara.” tegas Bambang.

“Sehingga penetapan Alvin Lim sebagai tersangka pencemaran nama baik adalah bukti Mabes Polri melakukan perbuatan melawan hukum dan upaya kriminalisasi terhadap Advokat untuk membungkam Alvin yang vokal." tambahnya.

Gatra.com telah berupaya meminta keterangan dari pihak Kejaksaan dan Polri terkait kasus ini. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana tak ingin mengomentari terlalu jauh terkait jalannya kasus ini. Ia hanya menekankan untuk menempuh jalur hukum bila terjadi penyelewengan di jajaran Kejaksaan Agung.

“Kalau ada penyimpangan di bawah (Kejaksan Agung) silakan dilaporkan,” tegasnya.

Adapun Polri melalui Divisi Humas dan Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) belum memberikan keterangan hingga berita ini ditulis.

507