Jakarta, Gatra.com - PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) memproyeksikan bahwa pemulihan kinerja Perusahaan memerlukan waktu tiga tahun setelah lolos dari jurang pailit usai mencapai proses Perdamaian atau homologasi dalam tahapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Direktur Finance and Risk Management WSBP, Asep Mudzakir mengatakan, pemulihan kinerja melalui setelah melakukan restrukturisasi tersebut tidak terlepas dari momen pembangunan infrastruktur dalam jangka panjang. Hal tersebut membutuhkan waktu yang lama, tidak bisa selesai dalam waktu satu atau dua tahun.
"Kami melihat proses (pemulihan) perlu waktu, sehingga tidak bisa selesai dalam waktu 1-2 tahun ke depan," kata Asep dalam Media briefing di Menteng, Jakarta pada Rabu (9/8).
Menurut Asep, tahun depan sudah memasuki tahun pemilihan umum (pemilu) atau tahun politik. Di mana biasanya, kontrak baru cenderung dalam jangka pendek dan nilainya terbilang kecil.
Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur lanjut Asep baru akan berjalan setelah Presiden baru disahkan. Setelah itu, WSBP baru bisa kembali melakukan pemulihan kinerja dengan memenuhi tata kelola usaha yang baik atau good corporate governance (GCG).
"Mungkin perlu waktu di atas 3 tahun kalau harus betul-betul pulih normal seperti sedia kala. Kami dari manajemen baru punya komitmen membawa WSBP kembali on the track," jelas Asep.
Dalam pemulihan kinerja, WSBP terus mendorong pertumbuhan pangsa pasar non WSKT Group. Per Juni 2023 nilai kontrak baru WSBP mengalami pertumbuhan dari Rp666 miliar pada Juni 2022, naik 46% menjadi Rp975 miliar pada Juni 2023.
Adapun kontrak tersebut di antaranya, proyek Tol Jakarta - Cikampek Selatan dengan nilai kontrak Rp95,6 miliar, Tol Bayung Lencir Tempino Seksi I dengan nilai kontrak Rp92,8 miliar.
Kemudian, Tol IKN Tempadung Pulau Balang dengan nilai kontra Rp86,1 miliar, subang LNG Terminal Rp85,9 miliar dan proyek Flyover Kramasan dengan nilai kontrak Rp75,1 miliar.
Untuk diketahui, WSBP saat ini tengah menghadapi proses Perdamaian atau homologasi dalam tahapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pada saat pemungutan suara dalam proses homologasi pada Juni lalu, ada beberapa skema restrukturisasi yang disepakati dengan para Kreditur.
Skema pertama, kreditur Perbankan menyetujui proposal perdamaian dibayarkan dengan Long Term Loan (LTL) dengan total Rp4,01 triliun, dengan tenor selama 17 tahun (bullet payment), dan bunga yang akan didapatkan perbankan sebesar 2% dari tahun 1-9, 3% untuk tahun ke-10 hingga 13 dan 4% dari tahun 14-17.
Kemudian, untuk para vendor atau supplier, memakai skema, yang pertama adalah Cash Flow Available For Debt Service (CFADS) dengan total utang Rp668 miliar. Nantinya, sebesar 35% atau 5% kewajiban kepada vendor diselesaikan melalui ketersediaan kas hasil usaha dengan tenor selama 5 tahun dan akan dibayarkan setiap 6 bulan.
Lalu yang kedua adalah skema Konversi utang ke Ekuitas atau saham dengan total utang Rp1,7 triliun. 65% atau 95% kewajiban kepada vendor diselesaikan melalui konversi utang menjadi saham biasa. Konversi dilakukan pada tahun pertama setelah homologasi.
Sedangkan untuk Pemegang Obligasi dan Kreditur Finansial Lainnya dengan 2 skema. Yang pertama adalah CFADS dengan total Rp445 miliar. 15% dari total Kewajiban obligasi dan Kreditur Finansial lainnya dibayarkan dengan CFADS, pembayaran CFADS dilakukan pada tahun ke-5 sampai dengan tahun ke-6.
Skema yang kedua adalah Obligasi Wajib Konversi (OWK) dengan total Rp2,52 triliun. Nantinya, 85% dari total Kewajiban obligasi dan Kreditur Finansial lainnya dikonversi menjadi OWK / MCB. OWK bertenor selama 10 tahun dengan zero-coupon dan Konversi dilakukan pada tahun ke 10 pasca penerbitan OWK.