Jakarta, Gatra.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat mempertanyakan peran dan fungsi konsultan hukum untuk Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) proyek BTS. Pasalnya, Konsultan Pendamping Hukum BAKTI, Assenar mengakui kalau dirinya diarahkan oleh Mantan Direktur Utama BAKTI, Anang Achmad Latif untuk menjalankan tugasnya dalam proyek ini.
Assenar mengaku, ketika ia baru bergabung dalam proyek BTS dan dimasukkan dalam grup whatsapp "The A Team", pembahasan saat itu sudah berbicara mengenai kerangka acuan kerja. Hakim Ketua, Fahzal Hendri meminta Asserna untuk memperjelas arahan yang dimaksud.
"Arahan diproses prakualifikasi (PQ) terkait dengan kriteria prakualifikasi, yang mulia," ucap Asserna dalam persidangan di PN Tipikor, Selasa (8/8).
Selain mendapat arahan dari terdakwa Anang Latif, Asserna juga mengaku melakukan pembahasan lebih lanjut terkait PQ dengan Kepala Divisi Lastmile/Backhaul BAKTI Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza. Majelis hakim kembali mempertanyakan peran Asserna selaku konsultan hukum BAKTI lantaran ia tidak terlihat memberikan masukan atau saran dalam proses perancangan dokumen.
"Mohon izin, yang mulia. Jadi, lingkup kami di tahap PQ, menyusun dokumen PQ, yang mulia. Dan, pengalaman kami untuk persyaratan PQ memang biasanya diberikan oleh users, dalam hal ini BAKTI," jelas Asserna.
Dokumen PQ proyek BAKTI BTS mendapat tambahan persyaratan dari Perdirut Nomor 7 terkait permasalahan teknis dan kemampuan finansial perusahaan. Asserna pun menyebutkan, Anang Latif juga meminta agar dokumen PQ ada tambahan kriteria yang menyatakan peserta lelang merupakan teknologi owner dan perusahaan yang memiliki jaringan gardu induk.
"Pemahaman kami, ini tidak masalah karena memang sektor telekomunikasi ini yang bisa membangun dan menyelenggarakan dan mengoperasikan jaringan telekomunikasi harus punya izin jaringan induk," jelas Asserna.
Berdasarkan jawaban-jawaban Asserna, Hakim Ketua, Fahzal Hendri pun menunjukkan kekesalannya. Majelis hakim menilai, arahan-arahan dari Anang Latif dan Feriandi Mirza membuat peserta lelang menjadi terbatas.
"Percuma saja anda sebagai konsultan hukum di situ. Kalau konsultan hukum itu kita memberikan masukan-masukan yang benar. Ini sudah menyimpang," kata Fahzal Hendri.
Hakim pun menyayangkan sikap konsultan hukum yang tidak memberikan saran-saran sesuai keahliannya. Sehingga proses pelelangan seakan jadi tidak berguna lantaran para konsorsium pemenang itu-itu saja.
Diketahui, Anang Achmad Latif disebutkan menerima uang senilai Rp5 miliar dari dugaan korupsi penyediaan menara BTS. Untuk itu, Anang didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP