Jakarta, Gatra.com – Komisi Yudisial (KY) akan segeta meneken kerja sama dengan Polri tentang upaya paksa atau jemput paksa terhadap hakim bermasalah yang tidak mau memenuhi panggilan sidang kode etik.
Ketua KY, Amzulian Rifai, di Yogyakarta pada Jumat malam (4/8), menyampaikan, pihaknya akan segera meneken nota kesepahaman atau Memerorandum of Understanding (MoU) tersebut dengan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo.
“Tentu MoU dengan Polri sebagai payungnya, banyak hal yang bisa dilakukan, termasuk dengan siapa yang bisa melakukan upaya paksa, kecuali Polri atau Kejaksaan dalam kasus tertentu,” katanya.
Amzulian menyampaikan, Polri sebagai lembaga penegak hukum yang mempunyai kewenangan dan kekuatan dinilai dapat melakukan upaya paksa terhadap oknum hakim yang mangkir.
“Polri sebagai lembaga penegak hukum dengan berbagai kekuatannya, kelebihannya dalam banyak hal tentu KY memerlukan kerja sama itu,” katanya.
MoU tersebut menjadi payung hukum secara umum, dan upaya paksa atau menghadirkan paksa terhadap oknum hakim adalah salah satu itemnya.
“Panyung hukum yang umum seperti termasuk untuk riset, data di dalam profiling dan asesmen calon hakim dan seterusnya kita perlukan,” ujarnya.
KY memerlukan itu karena Polri mempunyai sumber daya hingga tingkatan pemerintahan yang paling bawah, sehingga mereka dinilai dapat dimintai masukan soal seseorang yang mengikuti seleksi calon hakim agung.
“Kepolisian punya resources bahkan sampai polda dan polsek mislanya, sangat luar biasa kalau bisa kerja sama dengan Polri,” ujarnya.