Jakarta, Gatra.com – ASEAN dan Jepang menyepakati kemitraan di bidang inovasi dan keberlanjutan. Ini merupakan bagian dari perayaan memperingati 50 tahun hubungan yang telah terjalin antara ASEAN dan Jepang.
“ASEAN dan Jepang sepakat untuk membangun kemitraan baru yang bertumpu pada inovasi dan keberlanjutan,” kata H.E. Dr. Kao Kim Hourn, Sekretaris Jenderal (Sekjen) ASEAN, dalam konferensi pers Dialog ke-15 Sekjen ASEAN dan Federasi Kamar Dagang dan Industri Jepang di ASEAN (FJCCIA) di Jakarta, Rabu (2/8).
Kemitraan baru tersebut, lanjut Kao, dituangkan dalam “Visi Kerja Sama ASEAN-Jepang” yang diusulkan adalah inisiatif landasan yang menandai perubahan mendasar di ASEAN-Jepang.
“Pendekatan dan inisiatif kunci ini akan dipelopori oleh sektor swasta yang menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Ia menjelaskan, kemitraan yang disepakati tersebut, pertama; menekankan perlunya kerja sama sektor swasta untuk mencapai keberlanjutan sasaran dengan transisi yang adil melalui penciptaan yang berkelanjutan dan integrasi ekosistem antara ASEAN dan Jepang.
”Ini sangat sejalan dengan upaya keberlanjutan ASEAN melalui implementasi inisiatif seperti ASEAN Framework for Circular Ekonomi dan Strategi Netralitas Karbon,” ujarnya.
Menurutnya, dalam hal ini ASEAN memiliki potensi besar untuk ditawarkan. Diperkirakan bahwa dengan transisi netralitas karbon ini berpotensi menghasilkan hingga US$ 5,3 triliun dan menciptakan hingga 66 juta tambahan pekerjaan pada tahun 2050.
“Di bawah Visi Co-Creation, Ekonomi Sirkular ASEAN-Jepang Inisiatif (AJCEI) akan dilaksanakan untuk mempromosikan transisi ekonomi sirkular dengan cara yang lebih holistik,” ujarnya.
Terkait ini, ASEAN dan Jepang akan menetapkan standar umum dan andal untuk penggunaan kembali bahan mentah, bahan daur ulang, produk bekas, serta repabrikasi dan remanufaktur.
“Untuk tahap pertama, listrik dan peralatan elektronik seperti e-waste akan diimplementasikan sebagai proyek unggulan, karena ini merupakan prioritas bagi ASEAN,” katanya.
Menurutnya, inisiatif ini akan memberi penekanan pada kolaborasi bisnis ke bisnis (BtoB) dan kerja sama untuk membangun dan memperkuat limbah elektronik yang dapat dipulihkan dan barang-barang yang diproduksi ulang serta rantai pasokan antara ASEAN dan Jepang.
“Kedua, ASEAN telah meningkatkan digital ekonomi melalui berbagai inisiatif, seperti ASEAN Digital Master Plan 2025 dan Kerangka Tata Kelola Data Digital ASEAN,” katanya.
Kao mengungkapkan, ini merupakan peluang usaha baru dan lapangan kerja. Untuk itu, ASEAN mendorong dunia usaha Jepang untuk mengambil bagian dan peluang tersebut.
Selain itu, ASEAN juga mendorong peningkatan transfer teknologi dan memberikan peluang bagi pekerja ASEAN dan UMKM, seperti sebagai membangun program magang untuk warga negara ASEAN untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan bekerja dengan perusahaan-perusahaan top Jepang.
Menurut Kao, program magang merupakan salah satu cara praktis karena negara-negara yang berhimpun di ASEAN memiliki banyak anak muda yang cerdas. “Jadi kita harus membuat program magang seperti itu untuk memanfaatkan peluang tersebut,” katanya.
Ketua FJCCIA dan Jakarta Japan Club (JJC), Hiroyuki Ueda, menyampaikan, perusahaan swasta asal Negeri Sakura akan bekerja sama dengan ASEAN. Pihaknya akan menyampaikan daya tarik peluang investasi di negara-negara ASEAN.
Selain itu, pihaknya akan memperkuat posisi ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan yang menjadi tema yang ditetapkan Indonesia sebagai ketua ASEAN pada 2023.
“Proposal FJCCIA tahun ini disusun pemerintah Jepang, Kamar Dagang dan Industri Jepang, dan JETRO [Japan External Trade Organization] berdasarkan ASEAN-Japan Economic Co-Creation Vision,” ujarnya.
Ini untuk menciptakan era baru hubungan ekonomi antara Jepangan-ASEAN hingga 50 tahun ke depan dan sejalan dengan Kerangka Rekonstruksi Komprehensif ASEAN (ACRF) yang terdiri empat pilar.
Wakil Presiden Eksekutif Perdagangan Eksternal Jepang Organisasi (JETRO), Mio Kawada, menambahkan, keempat pilar tersebut, yakni integrasi ekonomi yang lebih luas, transformasi digital yang komprehensif, kemajuan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan tangguh, serta pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Menurutnya, keempat pilar ini sangat penting dan menjadi tantangan global. Misalnya soal keberlanjutan untuk mengatasi perubahan iklim. “Perlu kerja sama semua pihak untuk mewujudkannya,” kata dia.