Jakarta, Gatra.com - Panji Gumilang berencana akan mengajukan upaya hukum. Pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun itu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus penistaan agama.
"Kemungkinan kita mengajukan upaya tersebut (hukum)," kata kuasa hukum Panji, M Ali Syaifudin saat dikonfirmasi, Rabu, (2/8).
Ali mengaku sedih atas penetapan tersangka terhadap kliennya. Maka itu, ia mengaku akan mengajukan upaya hukum.
"Sedih banget. Baru tersangka, masih ada proses hukum," ungkapnya.
Namun, belum disebutkan detail upaya apa yang akan dilakukan. Kemungkinan upaya yang bisa ditempuh adalah gugatan praperadilan dan permohonan penangguhan penahanan.
Panji Gumilang menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam proses penyidikan dari pukul 15.00-19.30 WIB. Setelah itu, penyidik menggelar perkara bersama Divisi Propam Polri, Itwasum, Divisi Hukum, hingga Wassidik Polri.
"Hasil gelar perkara, semua mengatakan sepakat untuk menaikkan (status) saudara PG sebagai tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, (1/8).
Kemudian, polisi menerbitkan surat perintah penetapan tersangka dan penangkapan. Panji Gumilang lanjut menjalani pemeriksaan sebagai tersangka mulai pukul 21.15, Selasa, (1/8). Panji ditahan di Rutan Bareskrim usai 1x24 jam pemeriksaan.
Panji dijerat tiga pasal. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama, dengan ancaman lima tahun penjara. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.