Jakarta, Gatra.com - Pengamat politik Saiful Mujani memaparkan bahwa sentimen gender di tengah masyarakat jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 terbilang masih cukup kuat. Hal itu tergambar dalam survei nasional yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consultant (SMRC) pada Juli 2023.
"Hasilnya seperti ini, [orang yang mengatakan] bahwa Presiden Indonesia harus laki-laki itu 51 persen, dan sebaliknya, [orang yang mengatakan] Presiden Indonesia harus perempuan hanya 1 persen. Gap-nya jauh banget. Sangat jauh," kata Saiful Mujani dalam acara 'Bedah Politik: Politik Identitas dalam Pilpres 2024', di kanal YouTube SMRC TV, Kamis (27/7).
Baca Juga: Saiful Mujani: Mayoritas Masyarakat Pemilih Nilai Komitmen Demokrasi sebagai Hal Penting
Meski demikian, SMRC juga mencatat ada sebanyak 45 persen masyarakat yang masuk ke dalam kelompok inklusif, yang mana tidak mempersoalkan gender dalam memilih calon presiden (capres) untuk memimpin Indonesia lima tahun mendatang.
“Artinya, 45 persen masyarakat tidak menganggap gender sebagai faktor yang dipertimbangkan dalam memilih sosok capres,” ujarnya.
Dengan kata lain, jumlah masyarakat yang berpikiran inklusif terkait gender pada sosok pilihan capres cenderung lebih sedikit, dibanding masyarakat yang secara eksklusif mengatakan bahwa Indonesia harus dipimpin oleh seorang laki-laki.
"Jadi, sentimen atau sikap yang patriarkal seperti itu sangat kuat, sangat besar di dalam masyarakat kita, kalau soal apakah presiden kita harus laki-laki atau perempuan. Kecenderungannya adalah harus laki-laki," ujar Saiful.
Baca Juga: Saiful Mujani Sebut Kemungkinan 33% Masyarakat Mengubah Pilihan di Pilpres 2024
"Jadi, kalau selama ini kita belum punya pemimpin nasional yang kompetitif, tidak mudah seorang perempuan menjadi kompetitif di dalam Pemilihan Presiden, ya karena pemilih kita seperti ini," lanjutnya.
Kondisi pemilih itu pun dinilai menjadikan nama seorang perempuan sulit untuk ikut memperebutkan singgasana kepresidenan di Indonesia. Kesulitan itu, kata Saiful, cenderung akan tetap terjadi meski ada sangat banyak perempuan yang sangat berkualitas dan mampu dalam memimpin negara.
"Jadi, kalaupun ada budaya (matriarkal) itu, tapi itu masih sangat terbatas. Kalah oleh budaya patriarkal yang menunjukkan atau yang meyakini bahwa laki-laki lebih unggul daripada perempuan," tutur Saiful.