Tangerang, Gatra.com - Pemerintah menyapkan berbagai instrumen untuk mendukung percepatan implementasi teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/ Carbon Capture Storage and Utilization (CCUS).
Hal tersebut setelah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) No 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Migas, kini aturan lebih tinggi sedang disiapkan.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji menyatakan, saat ini Peraturan Presiden (Perpres) tentang penyelenggaraan CCS sedang difinalisasi dan diharapkan bisa segera diterbitkan. Menurut dia beleid terbaru ini bakal menjawab permintaan pelaku usaha hulu migas yang merasa Permen 2 Tahun 2023 masih belum bisa mengakomodasi berbagai rencana penerapan CCS/CCUS yang bisa digarap pelaku usaha.
Menurut dia ada dua poin utama aturan dalam Perpres nanti yang dirasakan dampaknya secara langsung oleh para pelaku usaha hulu migas.
"Pertama, CO2 dari industri bisa dimasukkan ke dalam akuifer sebagai CCS," kata Tutuka dalam sesi diskusi bertemakan The Roles of CCS/CCUS in Energy Transition for Indonesia Reaching NDZ di hari kedua IPA Convention and Exhibition (Convex) 2023, di kutip Kamis (27/7).
Poin penting lainnya dalam Perpres tersebut, lanjut Tutuka, adalah injeksi yang dilakukan bisa di wilayah kerja baru bukan wilayah kerja produksi migas. Dalam Permen ESDM No. 2 tahun 2023 itu dibatasi hanya bisa dilakukan di dalam reservoir di lapangan migas tersebut.
"Jadi boleh di daerah baru, kita bisa pake CCS saja. Itu bisa. Misalnya WK, namanya WK injeksi. Sekarang yang kita punya kan WK industri, kalau migas kan PSC, ke dean akan jadi injection sharing contract. Ini akan dilelang," ungkap Tutuka.
Di sisi lain, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Nanang Abdul Manaf menuturkan, implementasi CCS/CCUS sangat penting bagi kelangsungan industri hulu migas untuk bisa memproteksi kepentingan negara dalam memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat di masa depan.
"Tidak ada opsi lain karena kita harus proteksi dan menjaga investasi, statement awal mana yang harus di prioritas, meningkatkan produksi ekonomi kemudian melindungi lingkungan? Keduanya harus seimbang pemerintah termotivasi CCS/CCUS karena kita mendapatkan keseimbangan dari peningkatan produksi. Industri kita tidak bisa berhenti produksi, demand kita terus meningkat tapi kita harus seimbang karena hidrokarbon memproduksi emisi karbon, " jelas Nanang.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Indonesia Carbon Capture and Storage Center (ICCSC) Belladonna Troxylon Maulianda menuturkan, jika dibandingkan dengan emisi secara global, emisi indonesia terbilang rendah, namun jika mau berkontribusi untuk masa depan memang penerapan CCS/CCUS tidak bisa lagi dihindari. Pasalnya, ke depan masyarakat global akan selektif memilih produk apakah dihasilkan dari proses yang menghasilkan emisi karbon atau tidak.
"Mereka akan melacak supply chain kita memastikan produk kita dari mana. Kita harus pastikan lakukan yang terbaik dalam memanage emisi, dengan demikian kita bisa ekspor produk bernilai tinggi, apalagi negara lain berkompetisi mengumumkan menjadi CCS/CCUS hub," ungkap Belladona.