Jakarta, Gatra.com - Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) meminta Mahkamah Agung untuk memberikan salinan putusan lengkap terkait kasus yang menimpa Ibnu Rusyd Elwahby, alumni UI dan penemu teknologi Geotube Dewatering yang sedang menghadapi kasus hukum dengan PT Adaro Indonesia.
Sekjen ILUNI UI, Ahmad Fitrianto menekankan bahwa dengan adanya salinan putusan yang lengkap dari Mahkamah Agung, Iluni UI dapat melakukan Peninjauan Kembali (PK) yang sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
“Iluni UI juga masih berkomitmen untuk mematuhi hukum dan proses hukum yang berlaku di Indonesia. Sebagai wujud dari komitmen tersebut, pada hari Senin, 17 Juli 2023, Iluni UI telah menyerahkan Ibnu Rusyd Elwahby kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta, selanjutnya ditahan di LP Cipinang,” ujar Ahmad Fitrianto dalam keterangannya kepada Gatra.com, Ahad (23/7).
Kendati demikian, Fitrianto mengaku Iluni UI sangat prihatin dengan kondisi hukum yang sedang dialami Ibnu Rusyd Elwahby. Eksekusi penahanan terhadapnya oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dinilai tidak sesuai prosedur karena Mahkamah Agung tidak memberikan salinan putusan yang lengkap, sehingga Iluni UI tidak dapat mengajukan PK atas putusan tersebut.
“Akibatnya, tanpa adanya Peninjauan Kembali Ibnu Rusyd harus dieksekusi dan ditahan berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung,” tegasnya.
Fitrianto mengungkapkan bahwa pada Maret hingga Juni 2023, Tim Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sudah melakukan panggilan, untuk segera menahan Ibnu. Sementara hak terpidana menerima putusan lengkap belum juga dipenuhi meski telah berlangsung enam bulan sejak adanya putusan kasasi.
“ILUNI UI menegaskan bahwa prinsip setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum, tidak dialami oleh Ibnu Rusyd Elwahby hingga saat ini,” ujarnya.
Kilas balik kasus
Selama menjadi penyedia jasa pengelolaan limbah tambah di PT Adaro Indonesia, dari 2016 hingga 2020, Ibnu Rusdy dan perusahaannya, PT Intan Sarana Teknik (IST) berjalan tanpa kendala berarti. Akibat teknologi Geotube Dewatering (GD) dari PT IST Adaro sukses meraih trofi Keselamatan Pertambangan 2016 dan Pengelolaan Lingkungan 2015 dari Menteri ESDM pada 18 Mei 2017.
Di saat yang sama, Adaro juga memberi piagam penghargaan kepada IST atas teknologi GD tersebut. Dalam Laporan Tahunan 2016–2019, Adaro bahkan menyertakan apresiasi inovasi pengelolaan lumpur teknik GD. Pada 2021, IST juga diganjar penghargaan International Achievement Award (IAA) dari Industrial Fabrics Association International (IFAI) atas pekerjaan pengelolaan limbah Adaro.
Kasus ini muncul berawal dari laporan internal PT. Adaro Indonesia pada 2021 atas karyawannya bernama Wawan. Sdr. Ibnu terbawa-bawa menjadi tersangka atas dugaan Penipuan dan Tindak pidana pencucian uang.
Awal mulanya Ibnu menjadi pihak yang diwawancarai oleh Bareskrim Polri atas laporan Adaro terhadap salah satu karyawannya. Selanjutnya Ibnu menjadi saksi, lalu ditingkatkan menjadi tersangka. Selama persidangan, Ibnu Rusyd mendekam di sel tahanan Polri empat mendekam di penjara Polri selama 10 bulan terhitung mulai November 2021 hingga September 2022 lalu.
Proses hukum yang dibawa oleh Adaro ini kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada September 2022 setelah hakim memutus bebas murni kepada para tersangka, yaitu Wawan, Ibnu Rusyd Elwahby, Ishak Rivai, dan PT IST. Seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yang terkait dengan Penipuan maupun Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tersebut dinyatakan tidak terbukti.
Selanjutnya jaksa melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Berdasarkan Publikasi Sistem Informasi Perkara pada Website Kepaniteraan Mahkamah Agung, pada tanggal 31 Januari 2023, Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung mengabulkan Kasasi JPU dan memutus Ibnu Rusyd bersalah melakukan tindak pidana Penipuan dan TPPU dan dihukum 13 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
“Proses pemeriksaan Kasasi sampai dengan putusan ini relatif sangat cepat, yaitu hanya 30 hari sejak tanggal berkas perkara masuk ke MA, dan 19 hari sejak tanggal distribusi perkara ke Majelis Hakim. Padahal dalam proses regular banyak kasus memakan waktu berbulan-bulan untuk diputuskan, di sini kami melihat dalam kasus ini salah satu alumni UI mengalami kriminalisasi,” terang Ahmad.
Adaro Bantah Lakukan Kriminalisasi
Head of Corporate Communication Adaro Energy Indonesia Febriati Nadira menjelaskan bahwa awal mula kasus ini terjadi pada tahun 2020 di mana kala itu Adaro menemukan bukti-bukti permulaan dan informasi adanya tindak pidana tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu karyawan Adaro yang bernama Wawan. Adaro kemudian melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian.
Setelah dilakukan penyidikan oleh pihak kepolisian, jelas Nadira, ditemukan kemudian bahwa ada dugaan nuansa pidana pada kerja sama dan dugaan rekayasa yang dilakukan oleh karyawan Adaro tersebut dengan personil di pihak vendor Adaro yakni bernama Ibnu Rusyd Elwahby.
“Penyidikan oleh aparat kepolisian lah yang menemukan adanya akibat kerugian di pihak Adaro. Penyidik kepolisian juga menemukan adanya aliran dana antar pihak-pihak tersebut yang juga melibatkan anggota keluarganya,” ujarnya kepada Gatra.com.
Berangkat dari sana, jelas Nadira, pihak penyidik kepolisian menemukan unsur-unsur tindak pidana pencucian uang.
Nadira kembali menegaskan bahwa pihak yang dilaporkan oleh Adaro adalah karyawan Adaro. Adapun pengembangan selanjutnya kepada pihak-pihak lainnya dan tindak pidana lainnya, adalah dilakukan oleh pihak penyidik kepolisian berdasarkan temuan bukti, fakta dan aliran dana dalam proses penyidikan.
“Adaro tidak mencampuri proses hukum ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nadira mengungkapkan bahwa kerja sama dan rekayasa tersebut menyebabkan Adaro mengalami kerugian selama bertahun-tahun karena melakukan pembayaran dengan nilai yang lebih tinggi dari yang seharusnya ditagihkan.
Nadira menjelaskan bahwa kerugian yang ada dan diderita oleh Adaro akibat dari permufakatan jahat melalui kerja sama dan rekayasa tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam berkas dari kepolisian, dokumen dakwaan dari kejaksaan dan putusan.
“Kami menekankan, bahwa Adaro tidak mencampuri objektivisme penyidik. Adaro sangat menghormati independensi aparatur hukum,” tandasnya.