Kuala Lumpur, Gatra.com - Perwakilan Pemerintah Indonesia di Malaysia menyatakan, isu penempatan migran tidak sedang baik-baik saja. Kenyataan masih banyak pekerjaan rumah (PR) dalam membenahi dan penanggulangan penepatanan Pekerja Migran Indonesia (PMI) agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Duta Besar Indonesia (Dubes) untuk Malaysia, Hermono mengeklaim, sekitar 80 persen PMI di Malaysia bekerja tanpa dokumen resmi. Pihaknya tidak sepenuhnya menyalahkan Malaysia terkait tindakan tegas yang diberikan kepada pelanggar aturan. Hanya saja, masih banyak PR dalam penanganan penyelundupan PMI di beberapa porsi tertentu.
"Seperti contoh kasus eksploitasi dan kekerasan terhadap PMI di luar negeri terus terjadi dan muncul ke permukaan. Bahkan nasib malang yang menimpa Warga Negara Indonesia (WNI) tidak hanya terjadi di Malaysia dan Singapura, namun kini merambah ke negara Asean lainnya seperti Thailand, Kamboja, Vietnam dan Laos," katanya, tiga hari lalu di Ibu Kota Malaysia.
Hermono menegaskan, tindakan aktif dan agresif kepolisian melalui perintah Presiden Joko Widodo untuk melakukan pemberantasan dan penangkapan kepada sindikat yang terlibat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) mulai membuahkan hasil. Tetapi, seperti jauh panggang dari api, tindakan tersebut tidak menimbulkan efek jera dan membuat praktik tersebut terus berulang.
"Dari dulu penindakan terhadap aksi penyelundupan dan perdagaangan orang sudah dilakukan, namun tidak secara berkesinambungan yang membuat praktik tesebut masih terus terjadi hingga saat ini. Satgas TPPO juga tidak dapat berbuat banyak, lantaran oknumnya diduga banyak yang terlibat praktik tersebut," ujarnya.
Menurutnya, aparat harus konsisten melakukan pencegahan dan penindakan dengan seksama. Jangan sampai pelaku atau pemain baru dalam aksi penyelundupan orang dan TPPO ke luar negeri terus tumbuh subur.
Oeprasi harus ditingkatkan dibatas negara maupun dari pintu perbatasan yang berpotensi terjadi praktik tersebut. Aparat dalam penegakan hukum ataupun paska penindakan itu sendiri harus cepat dan tepat. Jangan lagi mempersulit keadaan atau memanfaatkan momen untuk mencari keuntungan.
Konsulat Jendral Republik Indonesia di Johor Bahru Sigit Suryantoro merincikan, berdasarkan data resmi yang dimiliki KJRI ada sekitar 600 ribu lebih WNI masuk ke Malaysia setuap tahun, sekitar 400 ribu tercatat kembali ke Indonesia. Sedangkan 200 ribu lebih tak kembali ke Tanah Air setelah masuk melalui beberapa pintu seperti Batam, Bintan, Karimun, Bengkalis, Pulau Rupat dan Dumai, Riau.
Anggota Kordinator Bidang Hukum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Agus Siswanto menambahkan, Pemerintah Indonesia harus jeli memperhatikan kontrak kerja bagi PMI yang bekerja sesuai ketentuan di Malaysia. Tetapi juga tidak melupakan untuk memperjuangkan nasib PMI yang non prosesural di Negeri Jiran. Supaya tertib administrasi, termasuk juga dalam pengawasan perekrutan yang lebih selektif.
"Jangan sampai mereka datang ke Malaysia dengan modal dokumen wisata dan bekerja, sehingga bila terjadi masalah tidak dapat diperjuangkan dalam segi gaji dan perlakuan oleh etase kita di Jiran. Disini peran media untuk membentuk opini dan memberi pemahaman dalam konteks konsekuensi hukum dalam perspektif perekrutan di Tanah Air," tuturnya, Senin (24/7).