Home Lingkungan Penutupan TPA Piyungan Jadi Momentum Benahi Tata Kelola Sampah Yogyakarta

Penutupan TPA Piyungan Jadi Momentum Benahi Tata Kelola Sampah Yogyakarta

Bantul, Gatra.com - Aktivis persampahan Daerah Istimewa Yogyakarta, Wahyudi Anggoro Hadi, meminta pemerintah daerah dan masyarakat menjadikan tutupnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Piyungan sebagai momentum perubahan perilaku terhadap sampah.

Masyarakat di Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul diminta mengelola mandiri sampah hingga ada keputusan kebijakan terkait penanganan sampah oleh pemerintah. TPA Piyungan hingga awal September akan ditutup dan Yogyakarta akan kembali mengalami situasi darurat sampah.

“Bicara tentang Bantul, sebenarnya daerah ini dibandingkan lainnya memiliki potensi besar dalam menata dan mendesain ulang tata kelola sampah yang lebih baik, bertanggung jawab, dan berkelanjutan,” kata Wahyudi yang menjabat Lurah Panggungharjo, desa percontohan nasional dalam tata kelola sampah, Sabtu (22/7).

Momentum ini menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk menyusun lagi kerangka kerja yang jelas tentang persampahan wilayah agar bisa diterapkan ke masyarakat. Salah satu usulnya adalah penerapan skema insentif dan disinsentif sampah.

Skema ini sudah diterapkan dalam penanganan sampah di Desa Panggungharjo yakni sampah non-daur ulang akan dibayar pemerintah desa, sampah organik diambil gratis, dan sampah residu dibayar produsen sampah.

“Kondisi ini seharusnya juga memaksa masyarakat mengubah perilakunya dalam penanganan sampah. Mereka harus bisa mendaur ulang mandiri. Di momentum ini transformasi atau perubahan perilaku sosial akan lebih cepat dibanding kondisi normal,” ungkapnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) Bantul Agus Budi Raharja mengatakan pihaknya saat ini tengah menyusun kebijakan penanganan sampah selama penutupan TPA Piyungan. Salah satu langkah yang diambil adalah kebijakan pemilahan sampah organik dan non-organik oleh masyarakat.

“Langkah lainnya meminta masyarakat membuat tempat pembuangan sampah di sekitar rumah atau lingkungan tempat tinggal. Tapi syaratnya sampah yang dibuang ke dalam tempat menyerupai lubang atau dalam bahasa Jawa disebut jugangan ini adalah sampah organik. Ini akan kita atur lewat Surat Edaran (SE) Bupati,” katanya.

Pemerintah desa di Bantul juga nantinya diwajibkan mengelola sampah mandiri dengan menyediakan penampungan berkapasitas besar. Ini bertujuan agar sampah yang dihasilkan masyarakat paripurna ditangani desa.

“Jadi masyarakat lewat SE nanti kami minta melakukan pemilahan sampah non-organik dan organik. Itu hukumnya wajib," lanjut Agus.

Sementara itu, melalui surat imbauan, Pemerintah Kota Yogyakarta meminta para lurah untuk mengimbau warganya untuk tidak membuang sampah sampai ada keputusan lokasi penampungan sampah.

Para lurah juga diminta memantau dan mengondisikan wilayahnya agar tidak terjadi pembuangan sampah sembarangan yang berujung terganggunya kenyamanan dan gangguan kesehatan.

200