Tanjung Balai, Gatra.com - Seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan sigap menyelam ke dalam Sungai Silau Piasa di Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Satu persatu ia memeriksa kondisi pipa penghisap mesin pompa air yang digantung di dalam sejumlah panton yang mengapung di permukaan Sungai Silau Piasa pada Kamis, 20 Juli lalu.
Bagi laki-laki ini, menyelam ke dasar sungai yang menjadi sumber air baku bagi Perumda Tirta Silau Piasa ini sudah menjadi hal biasa. Terkadang malam hari terpaksa dilakukan jika kondisi air semakin turun atau tiba-tiba air macet tak terhisap ke Water Treatment Proces (WTP).
"Memasang mesin pompa di atas air dengan menggantungnya menggunakan panton-panton ini menjadi cara kita agar air tetap bisa dihisap untuk di alirkan ke kolam pengolahan WTP," ujar Direktur Perumda TSP, Rusfin Arif.
Direktur Perumda TSP yang sudah dua periode sejak 2015 ini tanpa sengaja dipergoki sedang memeriksa kondisi WTP sore itu. Ternyata, ujar seorang operator WTP, Rusfin sering menghabiskan waktunya di pusat pengolahan air baku utama milik Perumda TSP itu dari pada duduk di belakang mejanya.
Ternyata, selain salah satu caranya mengawasi kinerja karyawan dan mutu air baku, Rusfin punya kenangan tersendiri disini. "Iya. Saya dulu juga mantan operator WTP ketika pertama kali bekerja di perusahaan daerah ini," tutur Rusfin.
Menyelam ke dasar sungai untuk memeriksa pipa penghisap air atau masuk ke kolam pengolahan air baku untuk pembersihan, sudah biasa dilakukan oleh mantan Kabag Keuangan yang untuk pertama kalinya diangkat sebagai Direktur oleh mantan Bupati Asahan, Almarhum Taufan Gama Simatupang.
Rusfin pertama kali diangkat sebagai Direktur PDAM TSP-- yang kininya namanya berubah menjadi Perumda TSP-- di tengah kondisi perusahaan ini sedang terpuruk dan nyaris kolap. Tiba-tiba dalam rapat membahas kondisi perusahaan, Bupati menunjuk saya untuk menjadi Direktur. "Apa bercita-cita jadi Direktur.? Tak usah kan bercita-cita, bermimpi jadi Direktur pun tak pernah," ujarnya tertawa.
Ketika ditunjuk pertama kali untuk menjadi kandidat Direktur PDAM TSP pada 2015, Rusfin mengaku takut dan khawatir, pokoknya semuanya bercampur aduk membuat dia galau. Betapa tidak, karena soalnya menurut Rusfin sudah pasti tak gampang untuk mengemban tugas yang cukup berat apalagi dengan kondisi PDAM TSP Asahan yang saat itu tengah terpuruk parah dan hampir kolaps.
Tapi jujur, dia merasa takut untuk menolak perintah Bupati saat itu. "Di satu sisi saya takut mengemban tugas ini, di sisi lain saya takut menolak perintah Bupati," ungkapnya.
Hanya ada satu kalimat dalam pikirannya, apakah mampu untuk megeluarkan perusahaan milik pemerintah daerah itu dari keterpurukan. "Tapi Allah sangat baik kepada saya. Karena pertolongan Allah, peran serta Bupati Asahan, almarhum Taufan Gama, dan Bupati Asahan saat ini, Surya, serta dedikasi seluruh karyawan Perumda TSP, perusahaan ini berhasil diselamatkan dari keterpurukan," ujarnya.
Ancaman Yang Harus Diselesaikan
Berbagai catatan keberhasilan membuat Perumda TSP yang kini kembali segar dan berangsur sehat, dengan tangan dinginnya, ternyata kondisi perusahaan milik daerah ini tak terlepas dari ancaman.
Ketinggian air sungai Silau Piasa yang menjadi sumber air baku utama semakin memburuk. Setiap tahun, bebernya, ketinggian air Perumda TSP semakin terus turun. "Setiap tahun mengalami penurunan hingga 30 cm," ujarnya.
Air sungai tidak bisa lagi masuk ke intake untuk disalurkan ke kolam-kolam pengolahan. Belum lagi persoalan kekeruhan air yang semakin memburuk, sehingga sulit untuk diolah secara manual agar menjadi jernih dan layak disalurkan.
Menurut Rusfin, menurunnya debit air disebabkan berbagai persoalan. Perambahan-perambahan, dan semakin maraknya pengerukan galian C ilegal di atas permukaan sungai Silau Piasa menjadi ancaman ketersediaan air baku. "Ini membuat permukaan air terus turun, dan air semakin keruh," katanya.
Pengerukan pasir ilegal dan perambahan mengakibatkan longsornya pinggiran sungai, sehingga kualitas air menjadi buruk karena arus sungai akan membawa lumpur ke hilir sungai. Tapi, tentu Perumda TSP tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Rusfin memprediksi 10 hingga 15 tahun akan datang, kemungkinan besar sungai Silau Piasa tidak bisa lagi menjadi sumber air baku bagi Perumda TSP. "Salah satu cara untuk mempertahankan WTP ini adalah membangun bendungan ditengah sungai Silau Piasa agar terjadi kenaikan permukaan air," bebernya.
Perumda TSP sudah mendatangkan pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) II Sumut untuk meninjau kondisi ini. Salah satu sarannya adalah membangun bendungan. Tapi untuk membangun proyek ini, tak sedikit biaya dibutuhkan. "Diperkirakan butuh anggaran Rp38 miliar. Masalahnya dari mana anggarannya?" pungkas Rusfin.