Bangkok, Gatra.com - Pengadilan Thailand menjatuhkan hukuman 12 bulan penjara kepada seorang remaja karena tuduhan pencemaran nama baik kerajaan pada Kamis (20/7). Penghinaan itu karena remaja tersebut berpakaian "crop top" saat protes tiga tahun lalu. Pakaian itu dinilai menghina raja karena identik yang dikenakan raja ketika tertangkap kamera berseliweran di sejumlah negara.
Menurut kelompok hak asasi manusia hukum lese-majeste Thailand adalah salah satu yang paling ketat di dunia, dan mereka yang dihukum karena mengkritik Raja Maha Vajiralongkorn atau keluarga dekatnya, dapat dipenjara hingga 15 tahun.
Pemuda itu bergabung dengan protes pro-demokrasi pada tahun 2020 dengan mengenakan crop top hitam, dan tampaknya mengacu pada gambar yang muncul di beberapa media Eropa beberapa tahun sebelumnya, yang menunjukkan raja mengenakan pakaian yang serupa.
Baca Juga: Menghina Raja, Thailand Hukum Pegawainya 43 Tahun Penjara
Pria berusia 19 tahun, yang namanya dirahasiakan oleh pengadilan, juga memiliki pesan yang dilukis di tubuhnya yang dianggap sebagai "ejekan kepada raja", kata pernyataan dari Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand (TLHR), dikutip AFP, Jumat (21/7).
"Raja memiliki status suci yang tidak boleh dilanggar," kata pengadilan dalam keputusannya, menurut kelompok hukum tersebut.
Pemuda itu awalnya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, tetapi karena terdakwa melakukan kejahatan ketika dia masih di bawah umur berusia 16 tahun, hukuman itu pun dikurangi setengah menjadi satu tahun enam bulan
“... Dan karena kesaksian yang bermanfaat yang diberikan terdakwa, hukuman dikurangi menjadi 12 bulan," kata TLHR.
Baca Juga: PM Thailand Tolak Mengundurkan Diri, Aksi Protes Berlanjut
Menurut catatan TLHR, setidaknya 246 orang telah dituduh atau didakwa melanggar hukum pencemaran nama baik kerajaan sejak pertengahan 2020, termasuk 20 anak di bawah umur.
Media domestik dan internasional harus sangat berhati-hati dalam melaporkan kasus lese-majeste dan monarki secara umum, karena berisiko dituntut.
Partai Bergerak Maju (MFP), yang memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan Mei, berkampanye dengan janji untuk melunakkan undang-undang tersebut.
Baca Juga: Pita Limjareonrat Gagal jadi PM Thailand, Srettha Thavisin Menguat
Namun pada hari Rabu, pemimpin partai Pita Limjaroenrat diberhentikan sebagai anggota parlemen, sambil menunggu penyelidikan dalam kasus tuduhan kepemilikan saham oleh Mahkamah Konstitusi, dan dua upayanya untuk menjadi perdana menteri telah digagalkan oleh parlemen.