Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto koopratif setelah manggkir pemeriksaan terkait kasus korupsi ekspor CPO dan produk turunannya pada Selasa (18/7).
“Harapan kami [Airlangga Hartarto] hadir. Harapan kami semua warga negara patuh," kata Ketut Sumedana di Jakarta.
Ia menjelaskan, pihaknya kembali memanggil Airlanggar Hartarto untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan korupsi ekspor CPO dan produk turunannya pada Senin lusa (24/7).
“Tim penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung akan melakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan pada hari Senin, tanggal 24 Juli,” ujarnya.
Ketut menyampaikan, Kejagung akan mengirimkan surat panggilan kepada Airlangga pada Kamis (20/7). Kejagung mengharapkan pria yang juga menjabat Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar itu memenuhi panggilan pada Senin (24/7).
Sebelumnya, Kejagung gagal memeriksa Menko Perkonomian, Airlanggar Hartarto, sebagai saksi dalam kasus korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya karena tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan alias mangkir hingga pukul 18.00 WIB.
“Kami tunggu sampai jam [pukul] enam lewat, beliau [Airlangga Hartarto] tidak hadir dan tidak memberikan konfirmasi alasan mengenai ketidakhadirannya,” ujar Ketut.
Airlangga Hartarto yang dipanggil untuk menjalani pemeriksaan pada pukul 09.00 WIB sempat menyampaikan akan menghadiri pemeriksaan pada pukul 16.00 WIB.
Airlangga Hartarto dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tiga tersangka korporasi, yakni Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup sebagai tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari–Maret 2022.
Dalam kasus ini, lanjut Ketut, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung telah menggeledah tujuh lokasi, yakni:
1. Kantor PT WNI dan PT MNA di Gedung B & G Tower Lt. 7 Jl. Putri Hijau No. 10, Kota Medan.
2. Kantor PHG di Jalan Iskandar Muda No. 107, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3. Kantor PT MM di Jalan K.L. Yos Sudarso KM 7.8, Tanjung Mulia, Kota Medan.
4. Kantor PT PAS di Jalan Platina IIIA, Lingkungan XIV, Kelurahan Titi Papan, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan.
5. Kantor PT ABP di Jalan Veteran No. 216 Belawan I, Medan Belawan.
6. Kantor PHG di Jalan Iskandar Muda No. 107, Babura, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara.
7. Kantor Bank BCA Cabang Utama Medan di Jalan Pangeran Diponegoro No. 15, Medan, Sumatera Utara.
“Selain itu, tim penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 17 orang saksi yaitu FA, DM, KAR, R, ERL, AH, RK, SS, J, GS, DV, ER, AH, M, AS, SH, dan AH,” ujarnya.
Selain itu, Tim Penyidik Pidsus Kejagung juga telah melakukan penyitaan terhadap 56 unit kapal, yakni 26 kapal milik PT PPK, 15 milik PT PSLS, dan 15 milik PT BBI, 1 unit Airbus Helicopter Deutschland MBB BK-117 D2 milik PT PAS, dan 1 unit pesawat Cessna 560 XL milik PT PAS.
Selanjutnya, kata Ketut, Tim Penyidik Pidsus Kejagung melakukan pemblokiran untuk tidak memberikan pelayanan penerbangan terhadap satu unit helikopter jenis Bell 429, nomor registrasi 2946, nomor pendaftaran PK-CLP, nomor serial 57038 milik PT MAN.
“Satu unit helikopter jenis EC 130 T2, nomor registrasi 3460, nomor pendaftaran PK-CFR, nomor serial 7783, milik PT MAN,” ujarnya.
Adapun penetapan status ketiga korporasi tersebut menindaklanjuti putusan perkara lima terdakwa dalam perkara ini yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kelima terdakwanya divonis pidana penjara dalam rentang waktu 5–8 tahun.
Ketut mengungkapkan, dalam putusan perkara tersebut terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.
Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi, tempat di mana para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.
“Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, lanjut Ketut, Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini. Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan.
“Terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan [daya beli] masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng,” ujarnya.
Ketut mengatakan, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun.