Jakarta, Gatra.com – Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 56 kapal dan 3 helikopter serta 1 pesawat Cessna 560 XL terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari–Maret 2022.
“Tim Penyidik telah melakukan penyitaan terhadap 56 unit kapal,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta, Selasa (18/7).
Ia merinci, ke-56 kapal tersebut terdiri dari 26 milik PT PPK, 15 milik PT PSLS, dan 15 milik PT BBI. Kemudian, 1 unit Airbus Helicopter Deutschland MBB BK-117 D2 pemilik PT PAS dan 1 unit pesawat Cessna 560 XL milik PT PAS.
Selain itu, lanjut Ketut, Tim Penyidik Pidsus Kejagung melakukan pemblokiran untuk tidak memberikan pelayanan penerbangan terhadap dua helikopter. Pertama, satu unit helikopter jenis Bell 429, nomor registrasi: 2946, nomor pendaftaran: PK-CLP, nomor serial: 57038 milik PT. MAN.
“Satu unit helikopter jenis EC 130 T2, nomor registrasi 3460, nomor pendaftaran PK-CFR, nomor serial 7783 milik PT MAN,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup sebagai tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari–Maret 2022.
Penetapan status ketiga korporasi tersebut menindaklanjuti putusan perkara lima terdakwa dalam perkara ini yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kelima terdakwanya divonis pidana penjara dalam rentang waktu 5–8 tahun.
Ketut mengungkapkan, dalam putusan perkara tersebut terdapat satu hal yang sangat penting, yaitu Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana adalah merupakan aksi korporasi.
Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi, tempat di mana para terpidana bekerja. Maka dari itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.
“Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, lanjut Ketut, Negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini. Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan.
“Terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan [daya beli] masyarakat, khususnya terhadap komoditi minyak goreng,” ujarnya.
Ketut mengatakan, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp6,19 triliun.
Kejagung telah menggeledah tujuh lokasi, yakni:
1. Kantor PT WNI dan PT MNA di Gedung B & G Tower Lt. 7 Jl. Putri Hijau No. 10, Kota Medan.
2. Kantor PHG di Jalan Iskandar Muda No. 107, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3. Kantor PT MM di Jalan K.L. Yos Sudarso KM 7.8, Tanjung Mulia, Kota Medan.
4. Kantor PT PAS di Jalan Platina IIIA, Lingkungan XIV, Kelurahan Titi Papan, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan.
5. Kantor PT ABP di Jalan Veteran No. 216 Belawan I, Medan Belawan.
6. Kantor PHG di Jalan Iskandar Muda No. 107, Babura, Kecamatan Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara.
7. Kantor Bank BCA Cabang Utama Medan di Jalan Pangeran Diponegoro No. 15, Medan, Sumatera Utara.
“Selain itu, tim penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 17 orang saksi yaitu FA, DM, KAR, R, ERL, AH, RK, SS, J, GS, DV, ER, AH, M, AS, SH, dan AH,” ujarnya.