Home Hukum Emak-emak Pikul Keranda, Massa Tuding Kacabjari Kriminalisasi Masyarakat

Emak-emak Pikul Keranda, Massa Tuding Kacabjari Kriminalisasi Masyarakat

Batang Hari, Gatra.com - Sekelompok emak-emak Desa Mersam, Kecamatan Mersam, Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi, berjalan sembari memikul 'keranda' menuju halaman Kantor Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) di Muara Tembesi.

Berpakaian khas petani turun ke sawah, emak-emak heroik ini berada di barisan paling depan massa pimpinan Firdaus. Aksi damai Masyarakat Peduli Keadilan (MPK) itu sampai mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian.

Dalam orasinya, Firdaus menyampaikan bahwa masyarakat Desa Mersam sudah resah dan tertekan dengan banyaknya surat panggilan dari Cabjari di Muara Tembesi.

"Surat panggilan tersebut berisikan ancaman berupa pasal-pasal yang tidak tepat, seolah-olah masyarakat ini koruptor, diteror dengan surat panggilan yang cenderung untuk mencari-cari kesalahan dan kriminalisasi kepada masyarakat," teriak Firdaus, Senin (17/7).

Ia menjelaskan bahwa surat-surat panggulan itu digunakan untuk mengkriminalisasi jual beli tanah antarwarga di Desa Mersam. Padahal, proses jual beli ini bersifat perdata.

"Seolah-olah telah terjadi tindak pidana korupsi, masyarakat Desa Mersam dianggap seolah-olah sebagai koruptor yang merugikan negara," katanya.

Ia menilai Cabjari Batang Hari di Muara Tembesi tidak profesional. Bahkan, Firdaus menyebut ada dugaan niat tidak baik terhadap masyarakat Desa Mersam.

Bagi lelaki berbadan gempal itu, hal ini tidak bisa dibiarkan serta bertentangan dengan semangat Kejaksaan Agung yang melarang setiap Jaksa melakukan proses hukum sembarangan terhadap masyarakat desa.

Massa mengecam dan mempertanyakan dasar tuduhan Pemerintah Desa Mersam yang telah menjual tanah kas desa dan apa dasar kriminalisasi peristiwa jual beli tanah antarwarga secara perdata menjadi tindak pidana korupsi.

"Masyarakat Mersam menuntut keadilan kepada Kacabjari Muara Tembesi. Selama ini selalu mengkriminalisasi masyarakat Mersam. Hari ini masyarakat dan emak-emak membawa keranda dengan pakaian petani," ucapnya.

Kehadiran massa menunjukkan niat baik terhadap Kacabjari dalam masalah penanganan Payo Pucat Kaki. Ia berujar Payo Pucat Kaki bukan tanah kas Desa Mersam.

"Sekarang disidik Kacabjari adalah merupakan tanah kas Desa Mersam, jadi lain objek yang disidik tersebut," katanya.

Selama mediasi berlangsung dengan pihak Cabjari, kata Firdaus, Kacabjari mengatakan akan tegak lurus dalam permasalahan Payo Pucat Kaki.

"Beliau mengatakan saya tidak main-main dan ini atensi saya dan saya akan tegak lurus dan saya tidak mau neko-neko dalam hal ini. Beliau minta doa kepada kita agar dia sehat badan dan murah rejeki," ucap Firdaus menirukan.

Luasan Payo Pucat Kaki, kata dia sekitar 300 sampai 400 hektar. Ia bilang masyarakat Desa Mersam tak ada konflik dengan pihak manapun. Payo Pucat Kaki merupakan tanah masyarakat Desa Mersam yang sejak dulu digarap dan dikelola masyarakat di sana.

"Ini tidak ada konflik dengan siapa-siapa. Ini tidak ada satupun konflik dengan siapa-siapa. Ini merupakan tanah masyarakat Mersam, yang dari dahulu digarap masyarakat Mersam, sekarang dikelola masyarakat Mersam," katanya.

"Muncul masalah ini karena ada semacam orang sakit hati, biasalah sakit hati, buat laporan. Keterlibatan kades dalam menerbitkan suprodik tidak ada satu rupiah pun Kades mengambil uang. Tidak ada Kades ambil uang, tidak ada," tegasnya.

"Payo Pucat Kaki yang sudah tergarap sekitar 150 sampai 200 hektar. Dari dulu Payo Pucat Kaki itu masyarakat Mersam yang memiliki, serta menduduki dan menggarap sejak tahun 1955," imbuhnya.

Firdaus mengakui pihak Cabjari Batang Hari telah melakukan panggilan terhadap empat hingga lima orang termasuk Kades Mersam. Panggilan pertama, Kades Mersam tak hadir karena anaknya sakit. Sedangkan panggilan kedua, kata Firdaus, bertepatan dengan tanggal merah.

"Makanya kades tak hadir pada saat itu," ucapnya.

267