Jakarta, Gatra.com - Ahli pidana menyebutkan, mereka yang memperjuangkan lingkungan hidup seharusnya tidak dapat dituntut secara pidana dan tidak dapat digugat secara perdata.
Pada lanjutan sidang kasus pencemaran nama baik Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dengan terdakwa haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, saksi ahli dari pihak JPU yakni Agus Surono menyebutkan bahwa peraturan ini baru berlaku jika tindakan dari para aktivis tidak melanggar aturan lain.
Perlindungan terhadap mereka yang memperjuangkan lingkungan hidup ini diatur pada pasal 66 dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Bunyi pasal 66 adalah setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana atau digugat secara perdata.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sempat menanyakan batasan-batasan apa saja yang dimaksud dalam pasal 66, terutama mengenai batasan baik dan sehat yang dimaksud. Namun, saksi ahli berpendapat, frasa 'baik dan sehat' ini tidak bisa dipisahkan dari pelakunya.
"Dalam rumusan norma ini memang intinya adalah selama tujuannya adalah untuk memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat ini memang dilindungi," ucap Agus Surono di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Senin (17/7).
Kemudian, JPU berusaha mengaitkan makna dari pasal 66 dengan pasal pencemaran nama baik yang menjadi inti kasus perkara. Agus mengatakan, kedua pasal ini mempunyai konteks yang berbeda.
"Kalau tidak masuk dalam kualifikasi memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, tentu ya bisa (digugat), tinggal tafsir a contrario, bisa secara pidana atau perdata," jelas Agus.
Pihak terdakwa pun sempat mempertanyakan mekanisme pasal 66 kepada saksi ahli. Dalam tanggapannya kepada ahli, Haris Azhar sempat bertanya tentang kapan seorang aktivis boleh dibuktikan sedang melakukan tugasnya untuk melindungi lingkungan hidup. Apakah beban pembuktian perlu dilakukan pada tahap pengadilan atau ada mekanisme lain. Saksi sempat mengelak, tapi akhirnya mengaku hal ini bukan dalam kapasitasnya.
"Dia ada menjelaskan bahwa, ada mekanisme-mekanisme yang sifatnya administratif dan kalau di kita namanya pre-trial atau namanya upaya-upaya penyelidikan yang polisi periksa dong," ucap Haris Azhar seusai persidangan, Senin (17/7).
Haris pun menjelaskan, pencegahan pemidanaan pada aktivis yang benar-benar bekerja untuk lingkungan hidup yang baik dan sehat seharusnya bisa dilakukan di tahap penyidikan. Namun, kondisi ini jarang terjadi di Indonesia.
"Cuman kan kejadian di Indonesia banyak, karena dia membahayakan kelompok bisnis tertentu atau nama tertentu, pejabat tertentu. Makanya dipidanakan," ucap Haris lagi.
Untuk kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan, Fatia Maulidiyanti didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan