Jakarta, Gatra.com - Saksi ahli pidana, Agus Surono yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan terdakwa Haris Azhar dan Fatia MaulidiyantI. Ahli tersebut sempat ditanya pendapatnya mengenai penyampaian kritik yang kerap dikriminalisasi dengan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Agus mengatakan, dalam UU ITE memang tidak dijelaskan secara spesifik apa yang termasuk sebagai kritik. Namun, ia mengingatkan kembali kalau kebebasan berpendapat sudah diatur dalam konstitusi.
"Cuma persoalannya bagaimana cara menyampaikan pendapat itu, jadi penyampaian pendapat itu dibebaskan, bebas siapapun menyampaikan pendapat dan kritik," ucap Ahli Pidana, Agus Surono di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Senin (17/7).
Agus berpendapat, penyampaian kritik ini sebaiknya tetap sejalan dengan kaidah kesopanan. Ia menitikberatkan pada cara penyampaian ini penting agar kritik yang disampaikan tidak bertentangan dengan hukum.
Agus juga mengatakan, perubahan rumusan norma dari delik biasa menjadi delik aduan pada pasal 27 ayat 3 UU ITE setelah keputusan Mahkamah Konstitusi, merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada masyarakat yang menyampaikan kritik.
"Sehingga, harus menunggu adanya suatu aduan dari pihak korban yang merasa dirugikan atas adanya suatu perbuatan yang dikualifikasi dalam pencemaran ataupun penghinaan sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat 3 tadi," ujar Agus.
Selain saksi ahli pidana, persidangan yang melibatkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti juga akan memeriksa saksi ahli digital forensik. Namun, berdasarkan pantauan sekitar pukul 13.30 WIB, masih berlangsung pemeriksaan terhadap saksi ahli pidana, Agus Surono
Untuk kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan, Fatia Maulidiyanti didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.