Jakarta, Gatra.com – Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H., mengatakan, dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi yang menyebabkan kerugian perekonomian negara.
Prof. Topo dalam keterangan pers diterima pada Jumat (14/7), menyampaikan, penggunaan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan perundang- undangan (UU).
Lebih lanjut Prof. Topo dalam seminar bertajuk Kewenangan Kejaksaan dalam Penanganan Tindak Pidana Merugikan Perekonomian Negara” gelaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta di Universitas Pancasila, Jakarta, lebih lanjut menyampaikan, hal itu pun sebenarnya juga sangat selaras dengan pendekatan nonkonvensional.
Selain itu, selaras dengan beberapa ketentuan tentang Penyelesaian Perkara pidana di Luar Pengadilan yang diatur di beberapa UU, misalnya dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Ekonomi, UU Kepabeanan, dan lain-lain.
Dosen Ahli Hukum Tata Negara Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum, Adv., CCMS, juga sebagai narasumber dalam seminar tersebut menyampaikan, aspek keabsahan dengan pendekatan wewenang, prosedur, dan substansi.
“Pelimpahan wewenang tindak pidana ekonomi, pertama, secara substansi melekat pada wewenang Jabatan Jaksa Agung,” ujarnya.
Kedua, lanjut Riawan, penerima wewenang harus menyebutkan atas nama Jaksa Agung. Ketiga, diperlukan SOP sesuai dengan UU AP untuk memenuhi keabsahan dan aspek prosedur.
Dosen Ahli Perekonomian Negara Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Rimawan Pradipto, S.E., M.Sc., Ph.D menegaskan, perhitungan kerugian perekonomian dan keuntungan ilegal membuat proses penyelidikan/ penyidikan bersifat inklusif.
Rimawan menerangkan, keterlibatan para ahli dari berbagai bidang ilmu sangat diperlukan, proses ini meminimalisasi kesalahan penuntutan/ pengkriminalan dan juga diperlukan evidence-based policy (EBP) untuk mendokumentasikan perhitungan kerugian perekonomian dan keuntungan ilegal antar kasus mengingat kasus korupsi cenderung unik.
Kepala Kejati (Kajati) DKI Jakarta, Reda Manthovani menyampaikan, pihakya menyeminarkan kewenangan Kejaksaan dalam penanganan tindak pidana yang merugikan perekonomian negara ini untuk menyamakan persepsi.
Ia menjelaskan, para narasumber di atas berbagi pengetahuan dan pengalamannya terkait jenis-jenis tindak pidana yang merugikan perekonomian negara serta peran Kejaksaan dalam menangani kasus-kasus tersebut kepada peserta, yakni 53 orang mahasiswa Universitas Pancasila dan 32 dari Sekolah Tinggi Adhyaksa.
Menurut dia, dengan adanya pemahaman yang lebih baik, diharapkan pengetahuan mengenai Kejaksaan dan tindak pidana semacam itu akan semakin diperdalam melalui kajian-kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Pancasila dan STIH Adhyaksa.
Melalui penelitian dan kajian tersebut, Reda menyampaikan, Kejaksaan akan menerima masukan yang positif untuk meningkatkan pelaksanaan tugas dan kewenangannya, khususnya dalam penanganan tindak pidana yang merugikan perekonomian negara.
Itu sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat (1) huruf k UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan).
Pasal tersebut menegaskan bahwa Jaksa Agung memiliki wewenang untuk menangani tindak pidana yang merugikan perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi.
Dia menyebutkan, dalam putusan terkait permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Lembaga Pengawasan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) terhadap penanganan perkara tindak pidana ekonomi oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan tersebut.
Keputusan ini didasarkan pada ketentuan Pasal 109 Ayat (2) KUHAP dan Pasal 35 Ayat (1) huruf k UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Seminar nasional ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan dalam memperingati Hari Bhakti Adhyaksa yang puncak peringatannya jatuh pada tanggal 22 Juli 2023.
Kegiatan ini merupakan kerja sama Kejati DKI Jakarta dengan Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Pancasila dan Pusat Kajian Kejaksaan STIH Adhyaksa.
Aspidsus Kejati DKI Jakarta, Nurcahyo, S.H., M.H. selaku ketua panitia pelaksana seminar menyampaikan bahwa penyidik Kejati DKI Jakarta telah melakukan penyidikan yang dapat merugikan perekonomian negara sehubungan kegiatan ekspor minyak goreng kemasan oleh PT Amin Market Jaya dan CV Amin Market Jaya melalui Pelabuhan Tanjung Priok Tahun 2021–2022.
Selain itu, dia menyebutkan hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga telah menolak permohonan praperadilan dari MAKI dan LP3HI terkait dengan kewenangan penyidik Kejati DKI Jakarta menangani perkara tindak pidana ekonomi.
“Seminar ini bertujuan untuk saling berbagi pengalaman dan pengetahuan demi penegakan hukum yang adil di Indonesia serta meningkatkan peran Kejaksaan dalam penanganan perkara tindak pidana yang merugikan perekonomian negara,” ujarnya.