Home Pendidikan MPLS Masih Rawan Bully dan Kekerasan, Guru dan Siswa Dikenalkan Budaya Baru dan Menyenangkan untuk Cintai Sekolah

MPLS Masih Rawan Bully dan Kekerasan, Guru dan Siswa Dikenalkan Budaya Baru dan Menyenangkan untuk Cintai Sekolah

Yogyakarta, Gatra.com - Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang bertujuan mengenalkan siswa baru pada kehidupan sekolah ternyata masih rentan dari perundungan bahkan kekerasan.

Untuk itu, MPLS harus diselenggarakan secara menyenangkan dengan budaya baru untuk menumbuhkan rasa cinta siswa pada sekolah dan pembelajaran.

Hal ini disampaikan praktisi pendidikan Muhammad Nur Rizal sebagai penggagas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang mencetuskan MPLS Menyenangkan, di Yogyakarta, Rabu (12/7).

"MPLS Menyenangkan berfokus pada pendidikan memanusiakan di tahun ajaran baru. Kami berusaha untuk melawan kekerasan dan budaya feodalistik senioritas dan junioritas yange berdampak buruk pada kemampuan adaptasi, kemauan berliterasi, dan growth mindset siswa baru,” ucap Rizal.

Gagasan ini tak lepas dari munculnya kasus seperti pembakaran sekolah dengan bom molotov oleh seorang siswa di Temanggung dan kematian seorang anak usia SD akibat stres akibat perundungan oleh tiga siswa SMP beberapa waktu lalu.

Data OECD pada Peta Jalan Pendidikan Indonesia Tahun 2020 - 2035 juga menunjukkan siswa di Indonesia mengalami tingkat kekerasan dan perundungan dua kali lipat dibanding siswa negara lain, yaitu sebesar 41 persen.

Dampak kekerasan tersebut menyebabkan siswa merasa sedih, takut, kehilangan motivasi untuk belajar atau membaca, bahkan kecenderungan membolos sekolah.

Untuk itu, GSM mengajak seluruh sekolah di Indonesia untuk bersama-sama memulai perjalanan mengentaskan kekerasan dan budaya feodalistik di sekolah melalui kegiatan MPLS Menyenangkan.

“Kami ingin mengganti budaya baru dalam pendidikan dengan budaya meraki, yaitu melakukan sesuatu dengan sepenuh cinta dan jiwa. MPLS Menyenangkan juga berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar positif bagi guru dan siswa, dengan kegiatan yang membangun perasaan dan pengalaman menyenangkan setiap siswa,” lanjut Rizal.

MPLS Menyenangkan memiliki 2M sebagai prinsip utama dan 3M sebagai prinsip pelaksanaan. 2M adalah Meraki dan Memanusiakan, sedangkan 3M adalah Mengenalkan dan Memaknai, Melibatkan seluruh pihak, serta Murah dan Menyenangkan.

Ia mencontohkan para siswa yang mengenakan kostum berbagai profesi sesuai cita-cita mereka atau adanya metode bermain (play) layaknya pencarian harta karun untuk mengenal seluk-beluk sekolah.

"Dalam metode play terdapat ikatan, tantangan, dan saling memahami dalam menegakkan aturan permainan, sehingga tidak ada dominasi dan kesetaraan akan muncul," ujarnya.

Saat ini, kata Rizal, sekitar 1300 sekolah di seluruh jenjang pendidikan di Aceh, Riau, Cirebon, Pekalongan, dan Katingan terlibat dalam MPLS Menyenangkan.

“MPLS juga menjadi sarana bagi guru-guru dari sekolah yang terlibat untuk berkolaborasi dalam menyiapkan dan menerapkan MPLS Menyenangkan.

Kolaborasi dilakukan secara lintas jenjang dan lintas daerah yang akan menciptakan jejaring, ide, jejaring pengalaman, serta praktik agar semakin meluas," jelas Rizal.

Dengan langkah ini, guru diharapkan dapat dipantik untuk menemukan dan menjawab masalah pendidikan secara lintas jenjang dan lintas daerah.

"Gurulah sistem pendidikan itu sendiri, gurulah sang kurikulum itu sendiri. Itulah keunggulan dari program MPLS Menyenangkan,” tambah Rizal.

Ia mengatakan sasaran MPLS adalah sekolah pinggiran dan sekolah negeri yang tidak memiliki dana cukup. "Sehingga, MPLS yang menyenangkan bisa juga terjadi di sekolah-sekolah rakyat dan dirasakan oleh seluruh siswa tanpa terkecuali,” tutur Rizal.

 

758