Jakarta, Gatra.com – Staf Khusus Wakil Presiden (Stafsus Wapres) Dr. Gatot Prio Utomo menggandeng dunia pendidikan, para guru, siswa, mahasiswa, dan jaringan perguruan tinggi untuk berkolaborasi meningkatkan indeks modal manusia Indonesia (Human Capital Index/HCI) Indonesia.
Gatot dalam diskusi bertajuk “Peran Dunia Pendidikan dalam Pencegahan Stunting” gelaran Sekretariat Wakil Presiden di Jakarta, Selasa (11/7), menyampaikan,? sinergi ini diharapkan dapat menyasar dua isu strategis, yaitu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan mencegah tumbuhnya prevalensi stunting.
“Jika kita berhasil mempercepat peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah serta mencegah berulangnya stunting, terutama dari calon keluarga muda, saya optimistis Indonesia Emas 2045 itu bisa kita raih dengan lebih rasional,” katanya dalam keterangan pers.
Saat ini, HCI Indonesia berada di angka 54 persen. Angka ini memberikan gambaran produktivitas anak Indonesia hingga 18 tahun ke depan. Jauh tertinggal dari produktivitas anak Singapura yang mencapai 88 persen. Juga masih lebih rendah dari anak Palestina yang 58 persen.
Rendahnya HCI Indonesia terjadi setidaknya dilihat dari dua indikator besar, yaitu masalah kesehatan dan pendidikan. Persoalan prevalensi stunting Indonesia yang masih berada pada angka 21,6 persen menjadi persoalan serius indeks modal manusia. Sedangkan di sektor pendidikan terjadi pelemahan pada kemampuan literasi dan numerasi dengan nilai Harmonize Test Score (HTS) mencapai 395 dari total nilai 625.
“Indonesia bersyukur dapat menurunkan prevalensi stunting hingga berhasil ke angka 21,6 persen. Tantangan berikutnya adalah percepatan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah. Dibutuhkan percepatan, baik secara regulatif maupun gerakan dan kolaborasi di masyarakat,” katanya.
Menurut Gatot, strategi percepatan penurunan prevalensi stunting dapat menjadi model dan praktik baik yang bisa menjadi acuan di berbagai daerah dan digerakkan oleh berbagai lapisan masyarakat.
Menurutnya, dunia pendidikan, para guru, dosen, mahasiswa, dan siswa-siswi, anggota Pramuka dapat bergerak secara mandiri dan berjejaring untuk mengampanyekan isu-isu pencegahan stunting ini di masyarakat dan di media sosial.
“Kita bisa membangun jaringan bersama kampanye pencegahan stunting ini dimulai dari keluarga masing-masing, dari sekolah dan kampus masing-masing,” katanya.
Menurutnya, para alumni perguruan tinggi juga bisa memainkan perannya untuk melihat masa depan Indonesia dimulai dari pencegahan stunting ini di masyarakat. “Ayo berkolaborasi bersama,” ujarnya.